HEADLINE

KOTAK MAKAN SIANG BERNA_CERNAK R.TIA


Berna baru duduk di kelas IV Sekolah Dasar, jarak sekolahnya tidak terlalu jauh dari rumah namun setiap hari ia selalu membawa bekal untuk makan siang, meskipun bunda sibuk dengan pekerjaannya sebagai penulis tapi tak pernah absen menyiapkannya. Bunda memang paling cerewet kalau untuk urusan makan, setiap berangkat ke sekolah banyak sekali pesan pesannya, jangan sembarangan jajan, jangan makan pedas,cuci tangan yang bersih lah dan banyak lagi. 

Kadang terbersit rasa iri ketika melihat teman temannya jajan dengan bebas setiap jam istirahat atau bubar sekolah. Ada yang jajan bakso,gorengan,es cream dan aneka makanan lainnya. Di depan sekolahnya memang banyak abang abang yang berjualan. 

Ada teman sekelasnya yang suka jahil setiap kali ia membuka makan siangnya,namanya Deva. Sebenarnya bukan hanya Berna yang setiap hari membawa bekal ke sekolah, ada anak lain juga yang membawa bekal seperti Ivan dan Riris tapi entah kenapa Deva lebih suka mengganggu Berna.

“Cieeee, bawa bekal ni yee,” celetuknya.

Berna yang tengah asyik menikmati ayam gorengnya tentu saja kaget.

“Memangnya kenapa kalau bawa bekal?” karena merasa terganggu Berna menghentikan suapannya.

 “Yaa, kaya anak kecil aja sih. Sekalian aja bawa susu dalam dot” sahut Deva ringan sambil berlalu. 

“Tidak usah digubris, Ber.” Ivan mendekat, rupanya ia memperhatikan dari tadi.

Karena diledek setiap hari akhirnya Berna jadi sakit hati juga hingga  suatu hari ia ngambek tidak mau membawa bekal lagi ke sekolah. 

“Aku malu Bun, diledekin Deva melulu.” Berna cemberut.

Bunda tersenyum seraya mendekati putranya” Lalu kamu mau makan siang pakai apa?”

“Kan aku bisa beli di sekolah Bun, disana banyak makanan, aku bisa makan soto ayam atau bakso.”

Lagi lagi bunda tersenyum mendengar jawaban anak semata wayangnya itu.

“Iya Bunda tahu di sekolah banyak jajanan, tapi apa Berna tahu kalau makanannya itu bersih apa tidak? Bagaimana kalau sudah dihinggapi lalat? Bagaimana kalau ternyata tempatnya kotor?”

Berna terdiam, ia belum berpikir sejauh itu.

“Kalau kebersihannya tidak terjamin makanan tersebut bisa membuat kamu jatuh sakit, entah kena diare,cacingan ataupun yang lainnya.” 

“Begitu ya, Bun?”

“Iya, nah sekarang pilih jatuh sakit atau pilih repot bawa bekal? Tawar bunda.

Berna menggeleng, seram juga dengan semua penjelasan bunda. Pelan akhirnya diraihnya kotak makan siang yang tadi ditolaknya.

Bunda tersenyum sambil mengelus elus rambut Berna”Nah, begitu dong, itu baru anak Bunda.”

***

Sudah seminggu Deva tidak masuk sekolah, kelas jadi sepi karena tidak ada lagi yang suka usil dan tentunya tidak ada yang meledekin Berna gara gara kotak makan siang. Kata bu guru Diah,Deva kemarin masuk RS namun sekarang sudah pulang dan dirawat di rumah. Rencananya besok mereka sepakat mau menjenguknya sepulang sekolah.

Keesokan harinya sebelum berangkat sekolah.

“Bun, hari ini kami pergi menengok Deva.” Berna menghampiri bunda yang masih sibuk memasak sesuatu di dapur.

“Lho,memangnya Deva sakit apa?”tanyanya.

“Kalau tidak salah kena Demam tifoid, Bun”

 “Memang itu penyakit apaan sih, Bun?”

Bunda terdiam sejenak lalu mendekati Berna yang nampak penasaran.

“Demam tipoid itu penyakit yang disebabkan oleh bakteri yang bisa hinggap kapan saja terutama kalau kita jorok, bisa ditularkan lewat makanan, tangan atau peralatan makan kita yang tidak bersih.”

Berna manggut manggut.

“Berarti Deva kena Demam tipoid salah satunya bisa jadi karena jajan sembarangan ya Bun?”

” Nah, bisa Jadi. Tuh anak Bunda sudah paham.” Bunda mengacungkan kedua jempolnya.

Berna meringis, ingat beberapa waktu lalu sempat ngambek gara gara diledekin.

“Nih, sekalian bawain makanan ini juga untuk Deva ya, pasti dia lagi tidak selera makan.” Bunda menyerahkan satu lagi kotak makanan yang berisi bubur, baunya harum sekali.

Sepulang sekolah Berna dan Ivan ke rumah Deva, rumahnya sepi sekali. Kedua orang tuanya jarang di rumah, rupanya Deva hanya ditemani bibik pengasuh yang sudah tua. Ia senang sekali melihat mereka datang apalagi sewaktu Berna menyerahkan titipan bunda.

“Wah,terima kasih. Kebetulan sekali sudah seminggu ini lidahku tak enak makan.”Deva langsung mencicipinya.

“Hmm…ternyata masakan Bunda enak sekali Ber, pantasan kamu tidak bosan, kalau begini aku juga mau dibawain bekal tiap hari”. Deva makan dengan lahap.

Berna tersenyum, dalam hati ia bersyukur memiliki bunda yang begitu perhatian  ”Jika kamu suka aku bisa membagi makan siangku denganmu,” ujarnya.

Deva mengangkat wajahnya, matanya seketika berbinar ” Benarkah?”

Berna mengangguk pasti.

“Yaaa, asal kau tidak malu aja kalau dibilangin kaya anak kecil karena masih makan dari kotak makan siang.” Ivan melirik Berna dengan senyum yang penuh arti.

Deva meringis, lalu tawa mereka berderai menghiasi petang yang indah. 


Tentang Penulis:

R.Tia. Saat ini aktif mengelola dan menulis di media Majalah Simalaba , karyanya berupa Puisi, cernak, prosa dan feature pernah dipublikasikan di Solopos,Majalah Simalaba,majalah Sabili, Radar Banjarmasin, Wartalambar dan Wartasimalaba dll.
Karya terbarunya terdapat pada buku Antologi pribadi” Sepasang Puisi” terbit 2016, Antologi” Embun Pagi Lereng Pesagi”2017 , antologi Wartawan Indonesia dalam rangka memperingati hari Pers Nasional “ Pesona Ranah Bundo” 2018. Antologi Simalaba ”Sepasang Camar’ 2018 Sekarang tengah bergiat di Komunitas Sastra Simalaba ( KOMSAS) Lampung Barat, perempuan asli Kalimantan ini kini telah bermigrasi ke pulau Jawa.


Tidak ada komentar