KASIDAH SANTRI_Puisi Puisi Zen Kr
KASIDAH SANTRI
#1
Kota kami bukan kota yang berisik - dengan motor ataupun pabrik mengusik
Serupa Firdaus sejuk dan indah - kota kami disebut Annuqayah
Disinilah pusat kirana berpendar - nur Tuhan dari hati Kiai memancar
Keramaian bacaan qur’an dan syi’ir - mengalir tak pernah menjumpai hilir
#2
Ketika lapar mengakar dan menjalar - teman setia adalah rasa sabar
Disini segala bernama ibadah - diasah agar resah tak kian rekah.
Sebab barangkali melalui itu - sejuk embun kiai larut ke tubuh
#3
Seperti petani kami suka bertanam - ladangnya hati dibajak dalam diam
Yaitu ta’dzim kami tanam sengaja - kepada para kiai yang mulia
Setelah ditanam kami siram lalu - dengan doa agar tumbuhnya tak layu
Hingga nanti kami bisa mengecap - kenikmatan buah t’lah menjadi harap
Dan hati bukan lagi semak belukar - tak lagi sesak dosa berduri liar.
Annuqayah, 2018
MAJANG
;Lelaki Pesisir Pulau Madura
Bila hari menginjak dini
dengan rela, kami tinggalkan anak-istri,
pasrah kami lawan emosi gelombang
walau selamat, masih akhir dari jawaban.
Di laut tempat kami memecah keringat,
tak sedikit kami menaruh getir
pada debur yang menghantam sampan
meski karam adalah risalah akhir.
Kami kuat pada penat pekat melekat,
tak gentar lapar menyambar
sebab tubuh kami karang
kekar di lautan.
Doa kami menyelam di lautan
Terselip di antara lubang-lubang karang
berharap ikan-ikan tak sembunyi ketakutan
Pada jala yang kami hamparkan
Untuk merangkul mereka kedalam renjhing .
Lalu pabila malam membayang
senja mengajak kami pulang
pada peluk anak-istri
yang mengalirkan cemas pada laut yang kami layari.
Sumenep, 15-10-2018
MASA DEPAN KITAB KUNING
Tak ada resah lebih rekah
Selain pasrah bila tubuh mengalir ke hilir zaman.
Meski sebatas mimpi
Ingin aku menuju masa lalu
Seiring rindu memaksaku untuk memutar waktu.
Dimana dahulu tubuhku ialah hulu
Dari deras alir sungai bernama ilmu.
Namun, “Ini akhir” katamu
“Jika dahulu engkau dipuja,
Ini kali, engkau ‘kan dilupa”
Aku tersedu
Mendengar pernyataanmu
Sebuah kabar memukul hatiku
MDBTT, Oktober 2018
PEREMPUAN BERDADA TUHAN
; Ibu
Semisal cahaya mencipta bayang
Maka tawa dan air matamu menjelma aku, anakmu
Dan hanya engkaulah, Ibu
Pembunuh risau bila tubuhku kemarau
Sebab samudera kasihmu
Masihlah harap dahagaku.
Ibu, jikalau aku adalah Ibrahim
Yang kerap gelisah mencari Tuhan
Sebenarnya engkaulah tuhan itu
Tak henti mengalirkan kasih sayang
Meski dosaku padamu
Laksana pahit dan empedu
Lalu, bila kasihmu samudera tak berdermaga
Maka izinkan aku
Layarkan khilafku dengan perahu
Agar surga di tubuhmu
Bisa sempurna kulabuhi
Sumenep, 10 November 2017
SALAM PENYAIR
; Teruntuk Ahmad Nyabeer
\1/
Salam, penyair
Entah dengan apa rembulan kausajikan
Sehingga cahanya memancar begitu sakral
Juga pada sungaimu
Senantiasa mengalirkan getir ke hatiku
\2/
Salam, penyair
Letih sudah sayap kukepakkan
Agar indah kupandang di ketinggian
Namun selalu saja, sayapmu lebih cepat melesat
Lebih pandai membuatku lunglai.
Barangkali memang benar
“(selain di atas langit, matahari bersinar pula di dada..) mu.”
Annuqayah, 2018
MALAM HARI,SUATU KETIKA
; Royhan Firdaus
Tiba-tiba, ingatan adalah engkau
Memaksa masalalu untuk kujangkau
Ketika kita berjalan
menjemput matahari ke gua Payudan.
Juga suatu kali,
Engkau memintaku menafsiri riak ombak
Yang bergedebur dari cinta di hatimu, kadang di hatinya.
Lalu, bila kukatakan itu bagian dari cinta
Engkau pasti menyanggah “Ini tak biasa”.
Aku masih ingat betul
Sewaktu seringkali kau berkata padaku
“dalam nadimu, mengalir pula darahku
Maka, jangan sekali-kali waktu ini kau buang”
Aku mengangguk
Lalu kita senyum puas.
Sampai-sampai, aku lupa
Malam telah suntuk
Aku mengantuk.
Annuqayah, 2018
HIKAYAT SUNGAI
Walau manusia kerap meleburkan sampah dan limbah pada tubuhku
Diriku bukanlah nestapa bagi ikan-ikan
Sebab, walau keruh tubuhku sakral
Tak henti mengalir dari hulu ke hilir waktu
Sejatinya, aku lebih kejam
Mampu mencipta kesengsaraan
Atas derita yang mereka hunjamkan
Dengan memuntahkan seisi perutku pada daratan
Namun, hanya ketabahan kerap kami haturkan
Bersyukur tuhan senantiasa menumbuhkan kesabaran.
Walau aku tak seindah purnama
Yang kerap dinanti di puncak malam
Namun, tubuhku ialah tempat
Dimana ikan-ikan jumpalitan memaknai kehidupan
Atau manusia mencuci diri dan pakaian.
Juga ketawaranku adalah kesejukan yang mengalirkan kehidupan
Pada tetumbuhan, pada dahaga hewan-hewan.
Tetapi meski begitu, aku tetap kerap getir pada takdir
Sebab segala yang mengalir
Akan menjumpai akhir.
Annuqayah, 2017
BATANG BATANG
Dari rantau, aku berparau
Rinduku tumbuh terhadap engkau
Rindu begitu subur dan hijau
Merekah seluas nasib
Menjalar setinggi nalar
Lantaran dalam engkau
Segala resah dan bahagiaku bermuasal
Mengalir, berhilir ke dalam diri sebagai takdir.
Dari sebrang, aku mengerang
Cintaku selalu segar dan rindang
Terhias bunga bernama kasih saying
Terhadap engkau yang kusebut Batang-batang.
Annuqayah, 2018
PENYAIR
; Ahmad Nyabeer
Ia seringkali kulihat
Tak peduli akan wajahnya kusam, kadang pucat.
Aku bertanya kepadanya :
“Tidakkah engkau sanggup mengurus diri?”
Ia diam saja
Lalu tersenyum sembari terus memacu puisinya
Lebih lesat daripada cahaya.
Kemudian, ia balik bertanya :
“Tidakkah engkau sanggup mengurus puisi
Yang lebih ingin membawa wajahmu
Menuju surga tempat semestinya ia berlabuh?”
Aku bergeming
Bisu dalam dekap hening.
Lubangsa, 2018
Tentang penulis:
Zen Kr . Nama Pena Dari Zainul Kurama’Aktivis Komunitas Penyisir Sastra Iksabad (PERSI), Lesehan Sastra Annuqayah (LSA). sekarang termasuk siswa MAT Annuqayah. Sejumlah karyanya pernah nongkrong di media. Seperti Radar Madura, jejak publisher,Tuban Jogja, LiniKini.id, Tulis.Me,Tidar Media, FAM Publishing, Dll. Juga pernah di himpun dalam antologi bersama, di antaranya Tanah Bandungan (2017), Perempuan Yang Tak Layu Merindu Tunas Baru (2017), Pekerja Kasar Tanjung Luar (2017) dan Juga pernah dinobatkan sebagai Juara I Lomba Cipta Puisi Memperingati Hari Bulan Bahasa Dan Sastra Nasional di STKIP PGRI Sumenep (2017) , masuk 20 Puisi terbaik dalam Lomba Cipta Puisi Hari Santri Nasional PCNU Sumenep (2017)
Tidak ada komentar