HEADLINE

PADA PAGI DAN SECANGKIR KOPI | Puisi Mohammad Cholis |

Redaksi Simalaba menerima tulisan puisi (minimal 5 judul), cerpen dan cernak (minimal 4 halaman A4) esai, opini, artikel dan liputan kegiatan yang sesuai dengan visi dan misi media Simalaba untuk dipublikasikan setiap hari (selain malam minggu) kirim karyamu ke e-mail : majalahsimalaba@gmail.comBeri subjek SASTRA SETIAP HARI. Program ini juga memberi ruang bagi sahabat pemula dalam dunia sastra agar tetap semangat berkarya (Belum berhonor) Redaksi berhak menyunting naskah yang masuk tanpa mengurangi maksud dan isi dari tulisan



PADA PAGI DAN SECANGKIR KOPI
                   
Pada pagi dan secangkir kopi
Aku ajak mereka berdiskusi
Tentang seratus juta bibit bangsa tanpa pendidikan
Tentang matahari yang enggan menyapa semesta 

Keluhnya berbisik parau
Laksana tangisan Jibril di negeri Tuhan
Mesin zaman merajalela
Berlari di sudut sudut kota
Menelan taman alif tadarus nabi yang dikeramatkan 
Anak anak telanjang di pinggir kota
Anak anak merangkak tak tahu baca
Seperti hujan yang tersesat pada ramalan cuaca

Tuan,
Narasi beraroma karet yang kau lahirkan
Berhasil melempar estafet tongkat para sesepuh
Memaksa kepala tertunduk pada layar
Tanpa memikirkan lakon dengan Tuhan

Annuqayah,2019



SEUTAS RINDU
  ;karamel

Apa kabarmu di penjara kara?
Bermusim musim mata tertimbun pekat
Dari raib wajahmu yang samar tertatap
Sisa jejak kian menetap dan rindu melekat
Membangun cungkup tanpa atap


Annuqayah,2020



AYAT RINDU 1

Dari wajahmu angin menderu lagu
Tentang genta yang terjatuh bertalu talu

Sunyi berguguran tak berhulu
Pada siapa aku hendak mengadu

Sejenak malam beku di tanganku
Saat rembulan terselip kaku berlumut rindu

Sepi menjalar dalam tarian puisi
Saksi moksa hati tarekat kekasih

Jangan pergi
Bintang masih bermimpi

Sementara aku sibuk mencari
Nuansa paling abadi

Telenteyan,2020


AYAT RINDU 2

Kara,
Wajahku terbit dari belahan matamu
Setelah kutempuh jalan berliku 
Menuju kotamu

Kara,
Waktu memeluk ragu untuk berteduh
Mengelus rindu membelah batu
Lalu jadi abu
Yang tak bisa kuhitung satu persatu

Telenteyan,2020


AYAT RINDU 3

seribu kata telah kupungut melebihi gerai rambutmu
Menerjemah setiap jejak riuh yang tertinggal
Bayanganmu terus berpendar membentuk gugusan
serupa ritme hujan yang terus menghunjam
Kubangan kenangan kembali gemetar
Di atas catatan panjang paling karam
berapa kali aku berusaha membuangnya
tapi tanah dan langit tak kuasa membungkusnya
Bisikan itu tetap menyala menimbun bara
Pada setiap ranjang luka yang baka

Bisikan itu adalah gemuruh rindu
Yang kau kutuk di tubuhku
Waktu lalu

Telenteyan,2020


DI SEBUAH PELABUHAN TALANGO

Celoteh motor berdesakan demi penyebrangan
Gumpalan asap di mana-mana 
Garda depan adalah tujuan
Saat matahari membakar usia jalan dalam jiwa
Sesekali angin membias bau keringat 
Seorang pemikul akar jangkar
Aromanya bermukim lindap harapan
Antara kelaparan dan kem****n
Aku menoleh sembari berkata :
‘Ini ayah’

Talango,2020


DINDING KAMAR

Dinding kamar memeluk erat 
Serat jantung bunga mawar 

Duri duri merambat dari hutan
Hingga segala akan bersangkar

Lalu,
Cermin pecah di muka
Aku tak bisa berkaca
Selain pada jendela 

Telenteyan, 2020

Tentang Penulis:Mohammad Cholis lahir di kampung Telenteyan, Longos, Gapura, Sumenep, Santri aktif PP. Annuqayah daerah lubangsa raya, Sekaligus mahasiswa di (IST) Institut Sains Teknologi Annuqayah, berproses di (PMII) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia, (RMI) Rumah Membaca Indonesia, dan (KOMPAS) Komunitas Menulis Pasrah, pernah bergiat di sanggar Andalas, ia selain menulis puisi, juga menulis cerpen dan esai. karyanya telah termuat di beberapa media, seperti koran, majalah dan antologi bersama. 


















Tidak ada komentar