HEADLINE

PECAHNYA BONGKAHAN RINDU_(Karya Kiki Rahmawati)


PECAHNYA BONGKAHAN RINDU

Disini aku di penghujung kota
terdiam dalam sembilu
teringat masa di Desa
bersama ayah dan bunda
tertawa bercanda bersama  

Dan masih terngiang 
suara sentakan dan amarah
karena kecerobohanku 
begitu badungnya aku dulu
hanya bisa berpangku tangan
dan kadang pergi tanpa kenal waktu

Tak kusangka tak pernah terlintas di benakku
bahwa kebersamaan itu telah berlalu
semenjak aku tak lagi berasama mereka
langkah kaki dengan membawa harapan 
kini benar-benar aku sendiri sepi sunyi kurasa
hingga rasa rindu melanda hati

Demi untuk mencari jati diri
dalam diam ku berdoa pada sang keagungan tahta
begitu sulit menahan air mata, walau berharap akhirnya kan bahagia
pecahkan bongkahan  rindu ini padanya

Dari rasa rindu ini ada hal yang aku mengerti karna ada rasa saling memahami
terkadang perdebatan di relung hati ini
 namun waktu belum mengizin kan bersama

Bandar Lampaung, 26 Mei 2019


KUDEKAP RINDU DI LIPATAN SEMU

Di alun-alun aku teridiam dalam kata
bersama serayanya daun-daun yang gugur dari pohonnya
karna ada pergesekan angin dan daun yang tak selaras
sehingga daun tak sanggup bertahan dan akhirnya terjautuh jua

Ditemani secangkir kopi
di atas meja bundar
dan tak sengaja teringat
lalu kuambilah pena yang menari-nari
meninggalkan jejak tinta
di atas kertas bermandikan air mata

Dan aku masih terdiam
tak bisa berkata-kata
namun kadang hati tak menerima
memaksa sepucuk surat datang padanya

Lalu kudekap rindu yang singgah di lipatan semu
namun rasa ini tak kunjung patah
tak kunjung menyerah membeku
berusaha memecah bongkahan hati yang tersirat mati
merajut sendu

Mengapa waktu tak kunjung berlalu?
merkam hampa padaku
hanya bertemu pengobat rindu
bukan sebuah memori yang kau setel, jika kau bosan lalu kau tinggal pergi
ku hanya ingin kebersmaan yang lalu hadir kembali

Bandar Lampung, 26 Mei 2019


WAKTU YANG TERBUANG

Semelincir angin berhembus
kadang datang lalu pergi
berlarian kesana kemari
karena memang tak tau arah berhenti

Hingga mengusik lelapnya 
tidurku malam ini
lalu aku  terbangun
ada hasrat ingin membuka singkap jendela
melihat bintang yang bertaburan melukiskan kelam

Namun tak kulihat gemerlap indahnya malam ini
mengapa pikirku?
selang waktu jam beker pun berbunyi 
ia menunjukkan pukul 04.00

Dan baru teringat deretan 
buku tersusun rapi dipenuhi dengan lembaran soal-soal yang siap di hiasi dengan tarian-tarian pena dan jejak tinta
namun malangnya belum terisi apa-apa

Pikiranku melayang tak tau entah arahnya
rencana yang sudah tersusun rapi
bertaburan tiada menepi

Niat hati hanya beristirahat sejenak
melepaskan penat
namun kadang waktu menghianati

Namun juga salah diri sendiri
kadang berkata nanti-nanti
kadang memang hati tak menerima ini

Karna memang kadang lupa cara membaginya
namun sesal tiada tara
menangis pun tiada guna
yang tersisa hanya waktu yang terbuang sia-sia

Bandar Lampung, 27 Mei 2019

HUJAN DIKALA ITU

Ketika waktu pagi menyapa 
diiringi rasa rindu melanda
aku pun mulai berajak jalan
diselingi kendaraan beroda dua

Disela itu angin bertiup kencang 
dan awan mulai kelabu
turunlah butiran-butiran hujan
yang membasahi alam raya dan seisinya

dan terlindas di benakku
untuk mencari persinggahan untuk berteduh

Namun tak sengaja ada si dia disana 
aku pun terheran, tak apa meluapkan rasa rinduku padanya

Persinggahan hujan di kala itu
terasa singgasana kami berdua 
mulut tak terbilang kata, tutur katanya senyumnya, matanya, alinya yang tebal
sungguh aku tak bisa lupakannya
jantung pun tak henti memukul kencang
Tuhan jangan biarkan jauh darinya pikirku tentangnya

Namun terasa hujan mulai reda
dan kami pun melanjutkan kegiatan masing-masing
walaupun begitu 
besar harapku untuk bersamanya kembali 
sungguh aku pengagum rahasianya

Bandar Lampung, 27 Mei 2019


MELUKIS HARAPAN

Ketika hari kelam dan mulai memisah kan ruh dan ragaku
dan mulai terjerat dalam lipatan mimpi yang penuh harap
seakan mengemas kehidupan di masa depan yang berkilauan

Namun tak mudah melewati ini semua
tak hanya letih, lelah, sakit bahkan air mata sudah tak terhutung berjuta kali terjatuh di wajah ini

Langkah-langkah yang tak hentinya mengalirkan keringat
dipenuhi kerikil-kerikil kecil yang akan membuat kita terjatuh
bahakan bukan batu yang besar sekali pun

Semua itu tak bisa dipungkiri, namun harus bisa dijalani dengan rasa tulus dihati

Jendela pintu kamar yang menjadi saksi
ketika melukiskan harapan 
yang tertuang dalam fikiran

Doa dan harapan tak lepas dari ingatan
mengingat pengorbanan
yang menuntut perjuangan

Terkadang celoteh yang menyayat merasuk dan memecah harapan
namun tak mengubah tekad dan harapan
walaupun harus tertatih-tatih jatuh bangun
menepis dahaga
hingga menuai hasil dari perjuangan yang sejak lama ku lukiskan

Liwa, 28 Mei 2019

Tentang Penulis
Kiki Rahmawati, peserta sekolah menulis online Simalaba angkatan 2. Karya-karyanya terdapat dalam buku antologi SEPASANG CAMAR (diterbitkan Media Simalaba bekerjasama dengan penerbit perahu litera)

Tidak ada komentar