HEADLINE

KARANGANTU _Puisi puisi Ma’rifat Bayhaki

Sulitnya menemukan ruang siar, terutama bagi sobat pendatang baru di kancah kesusastraan tanah air, mendorong SIMALABA untuk menyediakan lembar khusus bagi sobat Simalaba agar tak putus asa serta tetap semangat berkarya. Kirimkan karya sobat ke e-mail: majalahsimalaba@gmail.com beri subjek SASTRA HARIAN (Mohon maaf, laman ini belum menyediakan honor)


KARANGANTU 

Di kala senja 
Di dermaga karangantu
Aku dan secangkir kopi
Menikmati  kekuasaan sang illahi

Membisukan segala keresahan hati
Dari semua masalah yang datang bertubi-tubi


Kasemen, November, 2018


IBUKU CI BANTEN 


Ci banten
Dari hulu hingga ke hilir mengalir tanpa henti
Memberi kehidupan untuk kemahsyuran negeri
Dengan bukti ladang-ladang para petani
Tumbuh sehat dan berisi, 

Ci banten
Dikala fajar dan menjelang terbenam matahari
Kau selalu menebarkan rindu pada bocah-bocah serdadu
 Yang tenggelam di setiap lekuk tubuhmu.
Jernih airmu selalu disiasati, dicarinya sebah nutrisi, teman secentong nasi
Menghangatkan suasana hati dalam sajian makan malam nanti
Agar  tercipta harmoni antara anak, ayah dan istri

Ci banten
Kau bagai ibu  penduduk negeri ini
Tak pernah bosan kau mengkhawatiri.
Dikala bocah-bocahmu lelap dalam mimpi
tengadah ragamu  pada illahi
Agar seluruh ragamu tetap lestari.

Cibanten
Usiamu tidak lagi muda
Bocah serdadu,  tumbuh menjadi  remaja
Remaja yang bahagia di puber pertama
Yang larut dalam kisah  asmara
Tergoda kemolekan teknologi dunia.

Aku yang membaca puisi ini
Kamu yang mendengar puisi ini
Kalian yang bermain dengan teknologi terbarumu
Adalah salah satu dari bocah serdadu.

Semoga aku, kamu dan kalian
Tetap sayang pada ibu,
Ci banten

Pontang, Desember 2018


PEMULUNG KECIL


Serupa kemarin malam, hanya ada singkong rebus di meja makan.
mengisi perutku agar lekas tidur dibuai malam.
Di atas tikar lusuh  kurebahkan badan 
pelukan abah menahan dingin yang menyelinap
Dari celah bilik istana pemberian paman.

besok aku dan abah harus bangun pagi lagi, 
Memungut sesuap nasi lagi, di lorong-lorong, di trotoar jalan, di belakang rumah-rumah orang, selokan dan di kali.
Yang aku wadahi dengan karung goni.

Setiap hari aku curi-curi diksi dari koran yang tergeletak di trotoar
Dari majalah yang berserakan, dari buku-buku bekas di gudang rumah orang,
Dari baliho dan sanduk di sepanjang jalan, dari baju yang di kenakan orang-orang,
Dari guratan di pepohanan, hingga di dalam wc umum.


Aku adalah bocah pemulung sampah
Yang berhayal membuat rumah mewah dan membeli mobil mercy
Dari diksi-diksi yang kupungut setiap hari
Dan, aku rangkai menjadi sebuah puisi.


Pontang, desember 2018



PAPARAZI

Burung kutilang itu seperti paparazi
Menatap tajam dari celah dedaunan pohon asem

Aku yang mesam-mesem sendiri
Asik berbalasan pesan dengan puan yang baru kukenali
Acuh,tidak peduli.

Tunggu ? apa pohon asem sandaran badanku ini
Juga paparazi yang tidak tersiasati ?

Ah biarlah,mungkin mereka iri, iba atau bahkan bahagia
Melihatku jatuh hati.


Pontang, Desember, 2018


CINTA PANDANG PERTAMA

Bertemulah aku dengan perempuan bermata biru
Hanya aku tatap dengan penglihatan yang tajam dan dalam
Semakin dalam dan semakin tajam

Detak jantung meluluhkan hatiku
Terpacu oleh cahaya benderang mata biru
Yang timbul hasil teramat dalam
Aku tidak tahu begitu bahaya mata biru perempuan itu
Mengirimkan sebuah biji benih tepat di ulu hatiku

Siapa yang tahu ?, jika biji benih itu tumbuh begitu cepat
 Akarnya begitu kuat menancap 
Dan akhirnya aku harus menjadi pecandu
Rupa perempuan itu dan mata biru itu dalam lelap tidurku.


Desember, 2018


TERSELIP CINTAKU

Di setiap larik puisiku adalah separuh nafasmu
Yang kupetik dari setiap pohon yang kamu lewati

Di setiap bait puisiku terdapat air matamu
Yang kupungut dan  kuperas dari tisu yang kau tinggali  

Dalam setiap puisiku terdapat sekumpulan gimik tertawamu
Yang kurekam dengan kedua bola mataku

Di sela kata-kata puisi ini ada sebuah rahasia
Semoga kamu bisa membacanya


Pontang, Desember, 2018


NASIHAT IBU DALAM MIMPI


Rembulan, dikala fajar merekah
saat suasana langit cerah
lihatlah

matahari, dikala purnama menerangi bumi
sedang awan menyelimuti
cermati

ibu ada
tanpa sandiwara
rasakanlah
cinta yang tak terkisah

biarlah ibu tenggelam 
menepi dalam palung kehidupan
sedang cinta ibu padamu, ada nak .


Tentang Penulis:

Ma’rifat Bayhaki,lahir di Serang 05 Juni 1998, tergabung dalam komunitas menulis pontang-tirtayasa(komentar),saat ini menempuh pendidikan di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, jurusan Pendidikan Sejarah.

   


Tidak ada komentar