HEADLINE

TENTANG TAKDIR_Puisi Puisi WT(Sastra Harian)

Redaksi Simalaba menerima tulisan puisi (minimal 5 judul), cerpen dan cernak (minimal 4 halaman A4) esai, opini, artikel dan liputan kegiatan yang sesuai dengan visi dan misi majalah Simalaba untuk dipublikasikan setiap hari (selain malam minggu) 
kirim karyamu ke e-mail : majalahsimalaba@gmail.com

Beri subjek SASTRA SETIAP HARI. Program ini untuk memberi ruang bagi sahabat pemula Dalam dunia sastra agar tetap semangat berkarya (Belum berhonor)
Redaksi berhak menyunting naskah yang masuk tanpa mengurangi maksud dan isi dari tulisan.





TENTANG TAKDIR

Di sebuah kemarau yang gigil
Dua anak manusia saling mengerutu
Memaki nasip yang menderah

Lelaki bertubuh kemarau
Lahir dari sunyi yang paling bisu
Memungut harapan di atas debu

Wanita bertubuh hujan
Datang dari luka yang paling rutup
Memulung asa di atas banjir

Siapakah yang dapat mengerti; 
Tentang takdir; 
Tentang kemarau dan hujan?

Dedaunan kering digoreng mentari
Tanah yang basa berkali-kali 
Tak pernah membenci takdir

Flamboyan gundul sekali waktu berbunga molek 
Ada pelangi bertengger setelah hujan redah
Pada alam manusia mesti belajar

(Pajinian, 05/11/2018)


BERITA DUKA 

Bau sore sudah tercium
Tak jauh dari perkampungan
Tunggang langgang orang-orang 
Tampak pada gurat wajah
Mereka menggendong cemas

Tua muda, kecil besar, lelaki perempuan
Gema suara bersahut-sahutan
Berlarian menuju kaki bukit
Lengkap dengan peralatan di tangan
Bak di medan laga

Dengan nafas tersengal-sengal 
Mereka bertarung
Gerombolan si jago merah
Dari perut belukar yang ranggas

Perjuangan nyaris meregang
Si jago merah pun tumbang, meredup
Gumpalan-gumpalan hitam mengepul
Beterbangan menuju arah langit
Tinggalkan puing-puing masa lalu

Ada duka bersarang di dada lusuh
Beberapa kebun mente, kemiri, dan coklat
Terkulai tak berdaya
Peluh dan air mata jatuh beriringan
Mimpi sejak lama ditanam tinggal kenangan

Dua hari kemudian
Berita duka terendus pihak keamanan
Seseorang telah diseret 
Sembari dimintai keterangan
Asal muasal kejadian

(Pajinian, 02/11/2018)



DETAK TERAKHIR

Mentari serasa satu jengkal di kepala
Sengatnya menghujam pori
Di kamar mungil ini
Kasur dan bantal tak sanggup lagi
Menampung kisah yang pengap

Hingga pada baris yang ke sekian
Sajak yang ku tulis tak jua rampung
Embun imaji mengering
Kekata getas di ranting aksara
Jatuh berserakan 

Jemari bergetar
Pena terbata-bata
Mengurai keluh yang gerah
Hanya ada detak
Di ubun nyawa 

Pada akhirnya kulautkan saja
Pada debur ombak
Seiring senja yang kian lindap
Hembus sang bayu
Dan camar yang telah pamit

Berharap semesta membacanya
Lalu mengirimkan tangis 
Dari balik kelopak langit

(Pajinian, 04/11/2018)



TUJUH NOVEMBER

Jatuh remah-remah
Menari gemulai
Hujan tujuh november

Jatuh menggenang
Serupa kenangan
Setahun silam

(Pajinian, 07/11/2018)


SURGA ITU MASIH ADA

Di kedalaman tatapmu yang danau
Kutemukan keteduhan semesta
Pancaran keagungan-Nya

Hati yang mula-mula hampa
Terisi dengan sebuah keyakinan
Bahwa surga itu masih ada

Tetaplah teduh
Di taman jiwa
Kendati di bibir badai

(Pajinian, 10/11/2018) 



Tentang Penulis : 

Martinus D. Watowuan. Penikmat sajak, dengan nama pena WT. Lahir dan tinggal di Adonara, Flores Timur, NTT. Beberapa puisinya yang lain dapat dibaca di rubrik sastra Simalaba.Net, Jendelasastra.com, dan di beberapa akun media sosial miliknya. 

Tidak ada komentar