HEADLINE

RAPUH_Puisi Puisi Afdhal Chandra (Sastra Harian)

Redaksi Simalaba menerima tulisan puisi (minimal 5 judul), cerpen dan cernak (minimal 5 halaman A4) esai, opini, artikel dan liputan kegiatan yang sesuai dengan visi dan misi majalah Simalaba untuk dipublikasikan setiap hari (selain malam minggu) kirim karyamu ke e-mail : majalahsimalaba@gmail.com
Beri subjek SASTRA SETIAP HARI.
(Belum berhonor)



RAPUH


Retak
Air
Akan tumpah
Tergenang
Mengapung

Ingat kah, hari itu?
hanyut
Singgah
Dan bermuara
Di pelabuhan angan.

2018


LUKISAN MAYA SEBUAH RASA

Dia sempurna
Di mata rabun ini dia begitu nyata
Faktanya mata ini tak rabun
Dia menyodorkan kertas atas hasrat yang kupinta
Menggambar seorang gadis lugu

Kita sama, menjadi korban lemparan sindiran
Menangis?
Ya, memang benar
Kita tak sanggup menahannya
Hingga telah terjun sebuah rasa
Antara kita

Lukis aku..
Walau ada raut ragu
Akan ku sembunyikan
Dalam diam
Bahwa aku jatuh hati pada mu

2018


PANCAWARNA


Andai aku tertimpa maya rindu
Melukis cerita tentang pancawarna
Sebelum kelabu tiba
Meredupkan kisah antara kita

|Merah|

Terdengar gelegar
Dalam langkah hening
Telah surut sebelum tenggelam
dalam merah membara
Bukan karena duka atau lara

|Kuning|

Meski larut dalam beruntun derita
Terselip lengkungan bahagia
Mendayu keselarasan hayat
Mengendap dan menggumpal menjadi kuning cerah yang terkungkug dalam sukacita

|Hijau|

Mendayu aksi di tengah sunyi
Kembang dan menggugurkan rahasia
Memanjang liku namun tertutup oleh rindu
Berakar dari hijau rimba rasa

|Biru|

Teruntuk langit
Yang menumbuhkan toska
Dari bibit biru
Dalam lamunan esok dan seterusnya
Agar terwujud beriringan dengan daya

|Jingga|

Dalam rintik pekik tetes air
Sehelai krisan berangsur layu
Seusai jingga menyapa senja
Datang lalu pergi sebelum usang
dan membabat  kisah hingga tandas.

2018


MALA RATIH DI KOTA JOGJA

Cucuran asa membarahi kenangan sewindu lalu
Dalam ritual nostalgia
bertopang dagu pada bangku pilu
Binar mata membias hati gadis ayu
Menitikkan gemercik air mata haru dalam duka
Terhenti saat ratih menitiskan ingatan
Tentang peristiwa letusan

Apa yang terjadi pada bentala ku ini?
Mengapa bergetar?
Mengapa berasap?
Mengapa begitu riuh?

Mereka terkulai lesu
Seakan waktu memanah mereka
Tertusuk oleh ujung panahnya
Hingga memuncratkan takdir sendu
Perlahan mereka pergi
Menyisihkan duka yang telah sirna

Ingatkah?
Ketika satu persatu bocah kecil berlari dikejar bayangan kematian
Aku masih dalam pangku cintaku
Sebelum kami terpisah oleh debu
Dan aku dirangkul orang yang tak ku tahu
Hari itu, hanya ada rindu merasuk dalam benak di tengah sesaknya  debu

Ratih...
Gadis ayu penghirup takdir

2018


JERIT

1/
Hari pertama
Sepasang cinta telah melekat erat
Di jari manis
Setelah terkeluar perlahan dengan penuh belai kasih
Terangkai rapat dalam harap teruntuk ananda

Pada hari pertama
Tentang kelahiran yang berselimut bahagia
Hingga putaran hari
Dan ananda menjadi mimpi
Kembang dan terbang bersama ambisi

2/
Mulai terucap beberapa kata
Walau masih abstrak terdengar di telinga
Tetap, tak ada yang berbeda
Susunan cinta masih terurut sistematis
Meski rindu belum tiba
Sebab selalu bersama
Di kepalan hangat tangan

"Genggam tangan ibu nak
Kita adalah kelingking dan manis"


3/
Rindu masih dalam selaput hangat cinta kasih
Detik itu...
kata, frasa, dan klausa telah mulus terucap
Berkerumun di tepi bibir kecil
Ada asa yang bersenandung di ujungnya
Meski tak masuk di akal
Hanya ada pintasan sempit menuju nalar

Masih bersama
Menjelang ananda dewasa
Menenun impian untuk masa yang akan datang.

2018


KEMARAU BERNADA

Lusa
Kita masih terjepit sonata dentingan piano
Ini pembuka
Ada nada dari setiap irama ditentukan ketukan suara
Kita bersenandung dalam sendu
Berkubung haru pada genangan air mata
Kau lupa?
Bagaimana caranya untuk bahagia

Semenjak rerumputan itu menjalar
Menutup malam serta duka
Padahal esok, hari di mana semua luka sirna
Hancur dan menyambut kemarau kering
Dengan nada-nada tetesan hujan terakhir
Gersang menanti tetes-tetes awal
Mati
Atau
Bertahan

Bertahan dalam gerah
Menggaruk kulit kering kusam
Menggeliat risih menahan sakit
Sebab semua telah gugur
Sebelum rapuh untuk layu dan hancur
kapan?
Berkepanjangan atau sekejap?
mungkin
Selamanya...

2018

Tentang Penulis :

Afdhal Chandra adalah siswa kelas XII SMA Al-Huda Pekanbaru. Tulisannya berupa puisinya pernah diterbitkan di Riau Pos. 

Tidak ada komentar