HEADLINE

Edisi Kamis, 07 September 2017_ PUISI PUISI AHMAD RADHITYA ALAM (Blitar, Jawa Timur)




MALAM PADAM

Malam diam, padam
Tanpa bintang benderang
Langit-langit kelam terbentang
Aku hanya memandang, jauh menerawang

Tak bisa kukata gelap elegi
Yang pula hinggap dan menyakiti
Awan tetap muram pun menghitam
Bintang dan bulan hilang lenyap kian padam

Artermus tak lagi bersinar
Cahya mata itu tak lagi berbinar
Penantian-penantian hilang tanpa alasan
Dan tanya-tanya hinggap menghampiri tanpa balasan

Yang kunanti kian hilang
Pada gelap malam yang pekat petang
Wajah-wajah muram buat pedih malam suram
Cinta dan kasih sayang silih berganti pergi dan datang

Blitar, 19 Februari 2016



RENDA BINAR GEMINTANG

Malam kembali datang
Bersama kenangan yang telah hilang 
retak di persimpangan malam
Sementara gemintang merenda binarnya
yang melangitkan ingatan 
tentang seseorang

Ruang Imaji, 2017


TIRAI LANGIT

Baru saja usai 
rinai-rinai hujan di senja ini
melukiskan keindahan bianglala
yang menggantungkan asa
serta melangitkan doa

Tirai langit terbuka
melahirkan rinai melankolia
jiwa-jiwa sunyi memeram dendam
dan bara amarah padam dalam sekam

Ruang Imaji, 2017



TANYAKU MERINDU

Senduku melagu
Dalam irama rindu
Sendiri, menyendiri
Berbalut sepi
Nada-nada kasih mengundang tanya
Menerpa dalam aksara
Rinduku menggebu
Tekadku kian membatu
Karna cinta tak ada yang tahu
Hanya tuhan yang tahu
Dalam hati aku tertawa
Dalam hati aku bertanya
Siapa aku 
Dan siapa kau
Aku bertanya
Dan kau diam tanpa kata

Blitar, 30 Januari 2016




SINAR BAGASKARA

Bagaskara
Masihkah kau bersinar
Ditengah lorong-lorong gelap pandang
Coba kudekap cahyamu
Namun tak lagi mampu
Hanya bias panas

Kabut perlahan menutup
Membelenggu celah-celah katup
Kau diam menunggu tiba
Pelangi jingga indah merona

Kutunggu gemerlap cahaya
Yang tiada tara
Indah dipandang mata
Itupun nyata
Kuharap bukanlah fatamorgana

Di manakah kau kini berada
Membisu tak berkata
Tubuh rapuh meluruh
Menungggumu untuk tiba
Untuk kasih dan cinta
Dalam tubuh menggelora

Blitar, 27 Februari 2016



DIALOG WAKTU

Dialog-dialog yang membelenggu
dengan waktu yang tak pernah usai
membayang nyanyian kisah-kisah sunyi 
elegi hati yang kian membelai bak sembilu

Hidup ini seperti paradoks
di dunia yang semakin banal
kumpulan kata-kata  tak bertuan
terumbar bebas yang hanya bual

Sesal membayang di sudut-sudut sempit 
harapan yang kian kumal
meronta rona derita
membayang luka
remuk redam
jiwa runtuh 
dalam sekam

Ruang Imaji, 2016




TEMBOK DAN WAKTU

Tembok tua kau robohkan
Kau bangun gedung megah
Rakyat ditekan agar pasrah
Kau berdiri sombong melangkah

Waktu mulai berganti
Kota semakin mati
Dan lapangan kami
Hilang silih berganti

Kami hanyalah bocah
Yang ingin main di sawah
Kami tak ganggu gedungmu
P*rsetan dengan gedungmu

Tembok baru berdiri
Konglomerat pada menari
Kami diam bediri
Meratapi nasib ini

Blitar, 9 Januari 2016 



Tentang Penulis
Ahmad Radhitya Alam, lahir di Blitar, pada tanggal 2 Maret 2001. Siswa SMAN 1 Talun dan santri di PP Mambaul Hisan Kaweron. Penulis bergiat di FLP Blitar, Awalita, danTeater Bara SMANTA. Karyanya termaktub dalam beberapa antologi puisi dan dimuat pada beberapa media.

Tidak ada komentar