HEADLINE

AKULAH RHAMADAN ITU_Puisi Puisi Aan Hidayat (Semarak Sastra Idulfitri 1439 H)




AKULAH RHAMADAN ITU

Jalanan ini telah mengantarku pulang membawa segala yang kujumpai
menuju kampung yang petanya kau toreh
dan kau titipkan pada saku yang kau pilih
karena aku selalu menjadi apa yang kau minta.

tampak jelas tinta yang pernah kau coretkan pada
lembar lembar gaunku
tentang pertikaian ego dan kerinduan
dan kini kau bingkai semua itu
dengan isak dan suara
serak
bersama sajak sajak perpisahan.

wahai jiwa,ucapkan sekali lagi kekatamu itu
dan tuliskan semua tentangmu, agar kubawa
pergi.
ya, aku akan pergi menepati janji
membawa segala yang telah kau ucapkan dan torehan
pada sekujur gaunku ini.

Hai, akulah Ramadhan itu
aku adalah rasa rindu yang sejenak singgah di kerling
waktu
hari ini aku akan pergi, dan semoga kau tak lupakan kenangan tentangku
hingga pengembaraan ini berakhir
di sisi kehidupan yang lain.

Lampung Barat, 14 Juni 2018


AKU PERNAH MENYEBUTNYA CINTA 

Aku pernah menyebutnya cinta
ketika ia hadir di mataku
ia datang bersama gemuruh hasrat
dan mengetuk dadaku berkali kali.

Dia hadir tak lama, lalu pergi entah kemana
tubuhnya gemetar seperti habis minum racun rumput
lalu ia memuntahkan besi-besi tajam
hingga atap atap rumah berjatuhan.

Dia pergi dengan kaki limbung terhuyung
menapaki jalan jalan buntu tanpa rambu
mulutnya berserapah, mengutuk harinya yang penuh sampah.

Dia kini telah pergi, dan benar benar pergi
hilang ditelan tikungan
setelah ia memaksaku bicara dengan bahasa orang dewasa.

Lampung Barat, 16 Februari 2018


DIA TELAH PERGI 

Dia telah pergi
meninggalkan bongkahan batu di halaman rumah.
Tanpa alasan pasti dari langkahnya.

Aku hanya tertegun menatap matanya yang nanar
bibirnya terlihat menyerupai sumur tua
suaranya terbata-bata seperti jalanan di kampungku.

Aku melihatnya pergi
membawa sumpah yang ia lupakan
juga janji yang tak pernah ia tepati, karena ia benar benar pergi.

Kini, bayangan tubuhnya lindap di antara kabut pekat
dia melupa segala arah juga sumpah
bahkan ia melupakanku, yang telah sepuluh tahun memberinya segala hidangan yang ia butuhkan.

Lampung Barat, 21 /  02 / 2018


JANJI LIMA TAHUNAN

Sekelompok orang berpakaian bagus
senyumnya bagai anak panah yang terhunus
siap menembus dada orang orang di lahan tandus.

Mereka menggambar peta masa depan
tentang jalanan yang berlubang
seakan hari kemarin hanyalah mimpi usang.

Sedangkan di sini kami menjerit kesakitan
ditikam busur busur janji lima tahunan
kaki berdarah perut keroncongan.

Kapan kau sudahi dusta ini, wahai para tuan
agar kami hidup dengan rasa nyaman
karena di rumah kecil kami hanya ada asam dan garam.

Lampung Barat, 23 / 02 / 2018


BUNGKUSAN USANG

Kau memintaku untuk diam
menahan segala sakit dan beban.

Kau memintaku untuk bungkam
tentang tragedi dan sebuah rangkaian cerita usang.

Dan kau lempar ke hadapanku sebuah bungkusan
untuk menutupi mulutku yang berlubang.

Lampung Barat, 22 / 02 / 2018


SECANGKIR KOPI PAHIT 

Untukmu yang berdiri di seberang sana
tatapan matamu sungguh sukar kujamah
terkadang memandangku dengan tajam
dan pada detik berikutnya, kau berkedip beberapa kali.

Hai ... mendekatlah, pintu rumah ini tidaklah terkunci kawan
dia siap terbuka bagi sesiapa yang datang.

Duduklah di sini, di teras rumah yang atapnya melindungi kita dari hujan
lalu ceritakan kepadaku tentang tatapan matamu.

Kita berbincang tentang kabut tebal, juga jalanan berliku dan penuh lubang
abaikan saja kaca jendela yang retak
karena itu adalah takdir dari hidup.

Meski hanya secangkir kopi pahit yang kusuguhkan
namun tiadalah racun pada cawanku, yang kau cemaskan selama ini dari sebagian kehidupan.
Nikmatilah saja rasa hangat yang kukirim
rasa itu akan segera menjalar ke sekujur darah dalam nadi.

Lampung Barat, 12 Februari 2018


MENGGAMBAR LUKA 

Hujan turun pagi ini
orang orang enggan
beranjak dari mimpi
hanya terdiam di tepi ranjang besi.

Mereka menggambar luka
dari tetes hujan di ujung beranda
karena di luar sana tak ada canda
apalagi cerita bahagia.

Entah sampai kapan ini berakhir
sebab jalanan tergenang air
serta langit dipenuhi petir.

Inilah wajah Negeri kami
hujan turun ke bola mata
enggan berbagi secuil hati
menggambar luka yang kian menganga.

Lampung Barat, 16 Februari 2018

JIKA KAU BERTANYA TENTANG CINTA 

Jika kau bertanya tentang cinta
maka lihatlah lelaki yang berjalan menyusuri jejak kabut
ia bersama embun pagi yang berlarian mengejar mimpi.

Jika kau bertanya tentang cinta
tataplah wanita yang berdiri di ambang pagi
ia menyeka rasa dingin di tepian perigi
jemarinya gemetar menahan sakit yang menggerogoti usia
dan ia tanggalkan keletihan hati.

Jika kau masih juga bertanya tentang cinta
pecahkan dada juga isi kepalamu
lalu ajaklah mereka bicara
maka kau akan dapatkan seluruh jawaban dari selaksa gundah dan semua tentang cinta.

Lampung Barat, 23 / 02 / 2018


Tentang Penulis :



Aan Hidayat adalah seorang pengusaha mebel di Pekon Gunung Sugih Kecamatan Balik Bukit Liwa Lampung Barat, dia juga seorang pencinta seni budaya dan lingkungan hidup, karya karyanya telah dimuat di sejumlah media ONLINE dan beberapa antologi puisi, dan tergabung dalam Penyair Asia Tenggara 2018 di Padang Panjang. Sekarang tengah bergiat di Komsas SIMALABA.

Tidak ada komentar