HEADLINE

PERMEN PERMEN RADIT_Cernak R.Tia (semarak Sastra Malam Minggu )

SEMARAK SASTRA MALAM MINGGU : EDISI 19

Redaksi Simalaba menerima tulisan puisi (minimal 7 judul), cerpen dan cernak (minimal 5 halaman A4) untuk dipublikasikan pada setiap sabtu malam. 
kirim karyamu ke e-mail : majalahsimalaba@gmail.com
Beri subjek SEMARAK SASTRA MALAM MINGGU.
(Bagi karya yang dimuat malam minggu diberikan honorarium sepantasnya)


Aku tidak tahu kenapa mama selalu ribut setiap kali ketahuan aku makan permen ataupun cokelat. Apalagi kalau aku memakannya menjelang waktu tidur dan aku tidak segera gosok gigi setelahnya.

Aku suka sekali makanan makanan tersebut sehingga hampir setiap hari aku memilikinya. 

Tentu saja mama jadi marah seperti yang barusan terjadi di ruang makan ketika ia mendapati lagi beberapa potongan permen dan coklat terselip di tas punggung sekolahku hari ini. Aku benar benar lupa menyembunyikannya dari mama. Biasanya aku langsung membuang bungkus bungkusnya sebelum tiba di rumah karena setiap pulang sekolah mama pasti memeriksa isi tasku.

Mama menggelengkan kepalanya, mukanya yang teduh langsung berubah menjadi galak dan keruh. Biasanya kalau sudah begitu ia berceramah panjang lebar.

“Radit, kan udah mama bilangin, jangan makan permen melulu.”

“Radit cuma makan sedikit mama” aku mencoba membela diri.

“Iya, tapi jangan setiap hari, nanti gigimu sakit.”

Aku diam.

“Kamu mau semua gigimu dicabut dan ompong seperti Kang Ujang?” mata indahnya membelalak lebar.

Aku menggeleng.

Kang Ujang adalah penjaga kebersihan di komplek rumahku, orangnya baik namun gigi giginya telah tanggal semua sehingga jika ia tersenyum nampaklah giginya yang ompong,aku dan semua anak anak di komplekku menyukainya,kami sering dikasih buah jambu bol jika mampir ke pondoknya. 

Aku diam seribu bahasa sambil memindahkan satu persatu isi piringku ke mulut sementara Aisyah adikku yang baru duduk di playgroup nampak asyik bermain main dengan boneka beruangnya seolah tidak mengerti kalau abangnya lagi dimarahi.

‘Mama tidak melarangmu makan permen  tapi harus tahu batasan.”

Aku tidak berani menatap mata mama.

“Kamu itu udah besar sudah kelas 4 SD, masa iya harus mama bilangin terus, malu dong sama dede Aisyah.” tangannya sibuk menyuapi makan adikku.

 “Awas ya kalau ketahuan lagi masih beli permen terus nanti uang jajannya mama stop." Ancamnya kali ini dengan wajah yang serius.

Aku pura pura sibuk memainkan rambutku yang mendadak jadi terasa gatal. Hmm….kalau mama sudah ngomong begitu berarti alamat bahaya nih, ia tidak main main, uang jajanku benar benar bisa distop, sama waktu dulu aku ketahuan beli mainan melulu setiap hari di sekolah. Jangan sampai terulang lagi deh.

Setelah menyelesaikan makan malamku perlahan aku merapikan mainan mainanku dan beringsut ke kamar.

“Jangan lupa gosok gigi” perintah mama.

“Iya mah”sahutku pelan sementara matanya terus mengawasi sebelum punggungku benar benar menghilang di ujung tangga yang menghubungkan lantai atas dengan ruang tengah.

*******

Hari sudah terang ketika aku membuka mata, upsss, waktu sudah menunjukkan pukul 7 pagi. Aku kesiangan. Gawat aku bisa telat ke sekolah nih, hari ini ada pelajaran menggambar, gara gara semalam tidur larut karena keasyikan menonton acara kesukaanku.

Bergegas aku menyambar handuk dan masuk kamar mandi, namun ketika aku tengah asyik mengosok gigi tiba tiba gigiku terasa sakit sekali. Aku meringis kesakitan sambil memegangi pipiku yang tarasa berdenyut denyut, air mataku sampai keluar. Astaga ternyata mulutku berdarah.

Aku panik dan menjerit sekencang kencangnya dari kamar mandi.

“Maaa, mamaaaaaa.”

Mama masuk tergopoh gopoh mendapati aku yang tengah meringkuk di sudut kamar mandi.

“Kenapa dit?“ ujarnya panik, sementara tangannya masih memegangi centong nasi. Nampaknya mama lagi sibuk memasak di dapur. 

“Gigi Radit, mah” lirihku.

“Kenapa giginya?”

“Gigi radit berdarah, ma” isakku tertahan.

Mama langsung menyuruhku berkumur kumur dan duduk dekat jendela kemudian ia mengambil sentar kecil dan menyuruhku membuka mulut lebar lebar.

“ Hmm… sepertinya beberapa giginya ada yang goyang.”

Aku mengkerut.

“Tapi kayanya gerahamnya juga ada yang berlubang”tambahnya.

"Aku tambah mengkerut.

Mama menatapku tajam.

“ Itulah akibatnya kalau malas menggosok gigi” ujarnya.

Aku seperti seorang pencuri yang tertangkap basah dan tak bisa membela diri sementara airmataku terus menetes tak tertahan lagi.

“Hari ini ga usah sekolah dulu, biar nanti mama nelpon bu guru Nova, kita ke dokter gigi”cetusnya.

Hah, Dokter gigi? 

Mendadak lututku berasa lemas namun aku tak berdaya untuk menolak, terbayang habislah gigiku dicabut. Ya Tuhan jangan ambil gigiku, aku tidak mau gigiku ompong ratapku, aku menyesal, aku janji tidak bandel lagi kalau disuruh gosok gigi. 

Tapi terlambat. itu semua sudah terjadi. dan mama sudah menelpon bu guru Nova.

****

Sore ini ibu mengajakku ke dokter gigi Rizal, seorang kakak suster yang murah senyum berpakaian putih putih mempersilakan kami duduk di ruang tunggu yang dipenuhi gambar gambar gigi di setiap sudutnya. 

Pengunjung klinik masih belum banyak jadi kami bisa dapat antrian untuk diperiksa lebih awal.

Sementara menunggu panggilan aku masih meringis kesakitan, seharian ini tidak ada makanan yang bisa masuk ke perutku. Setiap kali ada makanan yang masuk setiap kali juga gigiku berdenyut hebat seperti ditusuk tusuk jarum, akhirnya aku hanya bisa makan bubur cair yang dibuatkan mama, duh tersiksanya aku hanya bisa menelan ludah melihat Dede Aisyah menghabiskan jatah es creamku dengan nikmatnya.

aku juga tidak bisa memejamkan mata, rasa sakit membuat mataku selalu terjaga.

Setelah menunggu beberapa saat akhirnya tiba giliranku, aku takut sekali, aku sudah lama tidak ke dokter gigi, terakhir waktu gigi susuku tanggal.

“Giginya kenapa?” Tanya dokter Rizal tersenyum ramah.

“Sakit dokter” keluhku sambil memegang erat tangan mama mencari perlindungan.

“Dokter periksa dulu ya” ujarnya.

Kemudian aku disuruh duduk bersender dan membuka mulut lebar lebar di sebuah kursi yang disampingnya dilengkapi tombol tombol dan lampu yang menyala. Sementara mama menunggu di pojok ruangan sambil terus memperhatikanku.

Badanku panas dingin, aku tidak tahu berapa jam aku ada di meja itu,suara alat alat di meja dokter yang saling berdenting membuat ketakutanku menjadi jadi. 

Waktu bergerak sangat lama bercampur rasa ngilu yang belum juga pergi dari mulutku. 

Entah apa yang dikerjakan dokter dengan gigiku.

Setelah beberapa lama akhirnya selesai juga. Ups leganya, aku sampai berkeringat padahal di ruangan ber AC.

“Radit suka makan permen ya?” Tanya Dokter Rizal sambil menulis resep.

Aku mengangguk mengiyakan.

“Radit boleh makan permen tapi jangan keseringan ya dan jangan lupa sikat gigi yang rajin, supaya giginya tidak rusak, sebab kalau sekarang gigi serinya rusak tidak akan tumbuh lagi gigi yang baru” pesannya.

 “Nah,udah paham kan kenapa mama suka cerewet.” Mama menimpali.

Aku kembali mengagguk tanda mengerti.

Sejak kejadian itu aku mengurangi kesukanku makan permen juga coklat, tidak hanya itu aku juga jadi rajin gosok gigi apalagi menjelang tidur, aku tidak mau gigiku habis dan dicabut. Aku tidak mau ompong seperti Kang Ujang. Aku berjanji akan merawat gigiku dengan baik. 


Tentang Penulis :

R.Tia. Tulisannya berupa feature dan sajak dipublikasikan di majalah Simalaba. com juga beberapa media seperti majalah SABILI, Radar Banjarmasin dll,karya terbarunya berupa puisi terdapat dalam Antologi wartawan " Pesona Ranah Bundo " 2018. 

Tidak ada komentar