HEADLINE

PERJALANAN SEBUAH OBSESI || Catatan Riduan Hamsyah ||

 

Saya telah memprogram ulang situs ini, bahkan beberapa kali sebelum steady: bernama simalaba(dot)net. Semula bernama wartasimalaba(dot)com, simalaba(dot)com, entah apalagi (saya lupa). Sepanjang 2016 hingga 2021 ini saya telah mendesain puluhan website, sebagiannya telah mapan di tangan sejumlah kawan. Sementara sebagian lain, domainnya mandek. Baiklah, sedikit ingin saya ceritakan awal mula saya mampu menciptakan sejumlah situs.

Begini, saya menyukai seni, apapun itu. Mulai dari seni lukis, peran, sastra, dsb. Saya juga ingin sekali mengenal jurnalistik dan desain grafis. Alasannya, bicara jurnalistik, (awal tahun 2000-an) maka kita akan bicara koran dan majalah meskipun sebenarnya ini adalah menjelang akhir kejayaan media cetak, sebab sekitar satu dekade setelah itu media cetak meredup atau lebih tepatnya "mulai jatuh tertelungkup" dihantam badai peradaban memaksanya surut ke belakang. Tak ada argumentasi yang mampu membela untuk kembali beranjak tegak setelah iklimnya merupa keranda jenazah yang siap berangkat ke ranah pemakaman.

Ini fakta. Meski dengan berat hati saya mesti menulis ini dan dibaca oleh para pelaku media massa cetak, termasuk saya salah satunya.

Dengan susah payah saya mempelajari desain grafis, layout sebuah majalah, dan saya berhasil melahirkan sebuah majalah cetak bernama MAJALAH SIMALABA. Semua bentuk perwajahan serta tata letak majalah mungil nan cantik ini saya kerjakan sendiri. Bahkan isi di dalamnya 50% saya tulis sendiri sementara sebagiannya adalah tulisan para penulis tanah air yang namanya sudah tidak asing. Tetapi sayang, majalah ini hanya bertahan kurang dari satu tahun terbit. Selebihnya terbirit birit.

Saya dan rekan rekan crew coba melakukan riset apa alasannya majalah ini sulit sekali membumi? Ternyata, kami berhasil menyimpulkan, bahwa "kami tengah membidani lahirnya suatu perkara, di mana justru zaman sedang berakhir untuknya"

Saya, tak ingin terlindas, saya bergerak cepat untuk membawa semua energi pikiran saya menuju sebuah transisi, saya ingin melihat lebih dekat sebuah penyebab agar bisa menatapnya lebih terang. Saya merapat pada para pengelola salah satu media online yang bermuatan berita. Tak butuh waktu lama, alhamdulillah saya dipercaya untuk meredakturi salah satu kolom di media oline tersebut, ini kesempatan saya untuk belajar terbuka lebar. Media ini bernama: www.wartalambar.com


Obsesi saya untuk dapat mendesain sekaligus melayout sebuah majalah sudah kesampaian, kini saya memiliki obsesi baru 'mampu mendesain sebuah website profesional bestandar layak' tetapi saya mesti menemui sebuah tantangan yang cukup terjal sebab ternyata mendesain sebuah situs tidak semenawan mendesain majalah cetak. Pada media cetak saya mesti menguasai beberapa aplikasi grafis seperti photoshop, coreldraw, mc publisher, dll tetapi pada situs bukan urusan aplikasi, saya mesti dihadapkan dengan bahasa pemrograman, ecoding, gadget, tamplate dan seni berpikir tingkat tinggi untuk mengimplementasikan code jadi bilah dan selanjutnya galery.


Saya, tak mau menyerah, saya tak mau berhenti pada bentuk blog amatiran yang tamplatenya gratisan tanpa domain profesional. Saya tak ingin ditertawakan para mahasiswa ITE, meski saya belajar autodidak serta sering kali kontradiksi dengan asas teoritis.


(Singkat kisah) atas bimbingan seorang mentor saya berhasil mendesain sebuah website pertama: www.simalaba.com. Senangnya bukan main. Media online ini saya promosikan secara luas dengan gerakan SEMARAK SASTRA MALAM MINGGU. Sejumlah penulis ternama negeri ini seperti Isbedy Stiawan ZS, Alex R Nainggolan, Rifat Khan, Sulistiyo Suparno, Humam S Chudori, Sengat Ibrahim, Eddy Pranata, Beni Setia, Budi Setiawan, dan puluhan lainnya mengirimkan tulisan mereka ke media ini. Saya sempat mengemas karya karya yang publis dalam satu tahun menjadi sebuah buku berjudul SEPASANG CAMAR. Buku ini dikirim secara gratis kepada para penulisnya. Meski dalam skala yang sangat kecil saya ingin turut serta meramaikan kesusastraan tanah air melalui lini media.


Memasuki 2018 entah kenapa saya merasakan ada yang tidak beres dengan situs simalaba(dot)com. Tiba tiba iklan google adsense dikurangi penayangannya, padahal, jujur saja, selain support sejumlah donatur, iklan digital inilah yang kami andalkan untuk akomodasi pergerakan media online ini. Saya juga merasa ada performa tamplate yang berubah di luar kontrol saya. Bahkan ada bilah yang hilang.


Saya menyadari bila situs ini bukan sepenuhnya saya yang desain tetapi ada pihak ketiga yang lebih banyak berperan (maklum) waktu itu saya masih pemula.


Kemudian saya bertekad untuk bisa mendesain website dengan tangan saya sendiri. Harus bisa. Ini obsesi saya selanjutnya, saya terus menggali informasi dari berbagai sumber untuk ambisi ini. Mulai dari opening hingga seting DNS pada domain. Satu bulan saya selalu tidur di penghujung malam, siangnya tetap kerja di salah satu instansi pemerintah, terus mengulik ilmu secara autodidak hingga akhirnya saya ambruk. Kondisi kesehatan saya kena imbasnya. Menginap di klinik selama 2 hari tetapi kesehatan tak kunjung membaik, hasil pemeriksaan laboratorium saya terkena DBD dan mesti segera dirujuk ke RS yang besar. Celakanya, tiba di salah satu Rumah Sakit pemerintah ruang UGD penuh, ruang rawat inap juga penuh. Saya terdampar dari subuh hingga menjelang zuhur. Trombosit saya terus anjlok dan keselamatan saya berada pada resiko tinggi. Atas saran dari seorang teman saya minta cabut infus dan rujuk kembali ke salah satu RS swasta ternama. Saya tak peduli lagi dengan biaya yang sudah pasti tinggi, bagi saya nyawa itu lebih penting sebab tiba di RS Sari Asih Kota Serang-Banten trombosit saya tinggal 5.000 yang normalnya mesti di atas 100.000. Dokter di IGD kaget, saya hampir memasuki fase kritis, kemudian saya mendapat penangan cepat. Infus bukan lagi menetes tapi diguyur seperti air kran masuk ke badan. Habis 2 botol infus dengan limit waktu kurang dari 30 menit tentu adalah debit yang tinggi setelah itu saya baru dikirim ke ruang perawatan. Saat itu saya merasakan dunia berwarna kuning, telinga saya berdenging, kesadaran saya menurun.


Pasca pemulihan dari RS saya kembali di depan komputer. Obsesi saya ternyata nggak sakit. Tetap smart dan siap tarung. Saya kembali mengulik dan terus mengulik.


Betapa sebuah obesesi itu sulit mewujudkannya. Pantas saja anak anak muda zaman kekinian lebih banyak yang tak punya obsesi. Peradaban instant menjadi mindset berpikir dan hasilnya remang remang bintang. Mereka tak ingin melewati rasa sakit dan jalan rumit yang berliku seperti yang pernah saya alami. Orang orang ingin meraih hasil yang mudah, memetik tanpa menanam, sudah tidak aneh di republik ini. Padahal zaman terus bergeser. Kita tak bisa lagi sepenuhnya bergantung pada alam, apalagi pada nasib. Nasib mesti kita program dari sekarang, tuhan akan kabulkan hajat kita setelah kita jauh berusaha.


Kini, alhamdulillah, saya telah mendesain puluhan website dengan tangan saya sendiri. Ada sejumlah instansi yang juga mempercayakan pada saya untuk membuat sekaligus juga mengelola. Saat ini pengelanaan digital saya tidak hanya berhenti pada teks tetapi melangkah pada audio visual. Saya juga menekuni video grafis serta mulai melirik desain interior.


Sementara ini www.simalaba.net agak kurang terjamah karena saya sedang fokus membangun studio dan kantor yang lebih konstruktif. Tak ketinggalan kanal youtube yang saat ini tengah melangkah menuju silver play button. Setelah semua obsesi dan kelengkapannya tercapai, saya akan kembali pada sastra dan jurnalistik. Kembali menghidupkan situs ini. Kembali bersastra. Sebab sastra tak boleh ketinggalan zaman. Mesti ada yang berinovasi dan terus peka dengan pergeseran peradaban. Ayo semangat, anak muda..!

Tidak ada komentar