HEADLINE

Puisi Puisi Titin Ulpianti


DI BAWAH PURNAMA


Di bawah purnama 

aku merangkai kisah

berawal dari perjumpaan

di mana para bintang sibuk mencari posisi 

menebar cahaya untuk di kagumi


Malam makin mencekam 

aku memandangmu dari kejauhan

kita saling memanah dengan ribuan dusta di tangan

kata kata tinggal kenangan yang teramat hakiki 

Hingga yang keluar hanya kekecewaan.


Katamu 

"langit takkan indah tanpa purnama,dan bintang akan menyempurnakan keindahannya"

Tapi dimana kesempurnaan itu bila langit berubah kelabu menumpahkan bayu.


Anak sungai di mataku mengalir

Kebahagiaan yang dulu syurga bagiku telah hancur dimakan waktu.

kau tinggalkan kisah asmara antara kita berlari menuju entah kemana.


Sesubuh ini 

aku gantungkan harapan pada pucuk pucuk embun di pagi buta

Sekalipun sinar mentari mulai tersenyum

Menguapkan aku dalam kesendirian tak bertepi.


Lampung barat, 10 Agustus 2020.



SIAPA KAWAN SIAPA LAWAN SOEKARNO MASA KINI


Bung Karno pernah berkata

"Berikan aku 1000 orang tua,niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya.

dimana para orangtua itu?

usia semakin senja malah sibuk promosi demi sebuah gengsi

terus orasi demi sebuah kursi

Dimana para penjilat lebih berarti ketimbang hati

Jangankan Semeru,badut pemerintah pun tak mampu kau singkirkan.


Kemudian dia berkata lagi

"Berikan aku sepuluh pemuda,niscahya akan ku guncang dunia"

Jangankan mengguncang dunia

Mereka sibuk mendaulat diri

Sibuk mencaci maki demi sebuah ambisi

Siapa kawan siapa lawan Soekarno masa kini.

Semua bisa berubah sesuai  porsi

Moral di letakkan pada materi

Atau di selangkangan para bidadari  

Jangankan menguncang dunia dengan prestasi

Malah sibuk sendiri dalam dunia virtual di mana ahlak tak berarti.


Benar kata bung Karno

"Perjuangkanku lebih mudah karena mengusir penjajah,sedang perjuanganmu akan lebih sulit melawan bangsamu sendiri"

Bukan mata sipit berkulit putih 

Atar suku kita tidak harmonis lagi

Menjatuhkan satu dengan yang lainnya

Menghina menjadi asumsi sehari hari,jangankan menjadi bangsa yang besar

Bahkan jasa para pahlawan yang menyatukan bangsa pun sudah lupa atau di buat lupa,

malah sibuk dengan dunianya sendiri

Lalu dengan hati apa aku bangga jadi bangsa ini?


Lampung barat,1 Agustus 2020.



PARA HEATHERS KARYA


Seketika terbunuh setiap diksi dari tubuh sajakku

Biji biji kebencian terus tumbuh

berakar pada hati yang di penuhi belatung kemunafikan 

terus-menerus menerbar kebencian.


Tolol

Merangkai kata kata mencaci maki

Menjadi asumsi sehari hari

para penjilat memenuhi ranting ranting kehidupan

Mendaulat diri paling kuat

Padahal hanya kumpulan sampah tak berguna

akalpun di kubur dalam tanah kedengkian.


Hai

Para heaters karya

teriaklah semaumu

Penuhi seluruh jagat raya

rayakan bersama orang orang di luar sana

Kau bukan hanya manusia hina

bahkan lebih mejijikan dari kotoran.


Lampung barat, 10 Agustus 2020.



BERHENTILAH ARJUNAKU


Berhentilah Ajunaku

atas kebebasan yang kukemas dalam lentik tarian jemari

biarkan purnama di mata

menjelma mimpi menenggelamkan segala duka

menanggalkan bayang kau kemas dalam  kenangan

agar kau faham

tak mudah untuk disingkirkan.


Dengarkan.

Tubuhku rumah  tempat kau tuju

di sana banyak kehangatan tercipta

Untuk memuntahkan segala rasa

Dari kekacauan dunia yang menguasai fikiranmu

serta dunia yang selalu menghakimi.


Berjanjilah Arjunaku.

Ikat aku dalam janji menuju surgamu

di hadapannya.

halalkan tanpa ragu

tanpa lelah

tanpa resah

tempat aku menggantungkan hati

agar tak ada yang mencaci.


Lampung barat,12 Agustus 2020.



BILA KAU PERGI


Kau adalah permata yang aku cintai

bahkan aku ingin mendaulat diri menjadi lebih sempurna

seperti orang orang di luar sana

berbagi cerita mengumbar kisah

berlahan lahan membuatku lupa terseret gemerlap dunia


Aku ingin terlihat sempurna di matamu

agar kau tau

Seberapa dalamnya aku telah tengelam dalam jurang paling dalam

terbuai dalam dasyat kata katamu yang menjeratku 

separuh kesadaran mulai terkikis hilang bersama waktu.


Puisiku telah kehilangan ribuan kata kata

tiada lagi diksi disana

yang mampu menerjemahkan luka

jalan ini begitu sulit bahkan membuatku setengah gila, meski harus merelakan dan kehilangan separuh nafasku

bila kau pergi.


Lampung barat,12 Agustus 2020.



Tentang Penulis:

Titin Ulpianti lahir pada 13 Januari 1988 di lubuk Linggau, besar dan tumbuh di desa bandar baru kecamatan Sukau Lampung barat, di tengah aktivitas sebagai ibu rumah tangga juga suka menulis dan membaca dan tergabung dalam komunitas sastra KOMSAS SIMALABA sejak tahun 2016 serta bergabung dalam PENYAIR PEREMPUAN INDONESIA(PPI).

Cerpen dan puisinya pernah terbit di beberapa media online seperti wartalambar.com, saibumi.com, kabar pesisir.com, lamtes.com, simalaba.net dan travesia.com. juga tergabung dalam antalohi bersama EMBUN PAGI DI LERENG PESAGI(2017), KU NANTI DI KAMPAR KIRI RIAU (2018), SEPASANG CAMAR (2018),SWARA MASNUNA(2019), MEMBACA ASAP (2019),WHEN THE DAYS WERE RAINING(2019),SEGARA SAKTI RANTAU BETUAH(2019),LELAKI YANG REBAH DI PANGKUAN (2019) TEGAL MAS ISLAND DALAM PUISI(2020), PANDEMI PUISI(2020), KEMBARA PADANG LAMUN (2020) dan ANGIN, OMBAK DAN GEMURUH RINDU (2020).

Tidak ada komentar