HEADLINE

MENGGAMBAR KAMPUNG HALAMAN_Puisi Puisi Dafrika Doni (Semarak Sastra Malam Minggu)

SEMARAK SASTRA MALAM MINGGU : EDISI 30

Redaksi Simalaba menerima tulisan puisi (minimal 7 judul), cerpen dan cernak (minimal 5 halaman A4) untuk dipublikasikan pada setiap sabtu malam. 
kirim karyamu ke e-mail : majalahsimalaba@gmail.com
Beri subjek SEMARAK SASTRA MALAM MINGGU. Apabila dalam 2 bulan naskah tidak dimuat maka dipersilakan mengirimnya ke media lain.
(Bagi karya yang dimuat malam minggu diberikan honorarium sepantasnya)




MENGGAMBAR KAMPUNG HALAMAN

Di kamar penuh suntuk, aku gambar sebuah jalan membentang membelah petak-petak sawah, menuju sebuah gunung. Dulu kakek memikat burung-burung  lucu di sana.
Di udara, di bawah langit lindap malu-malu. burung-burung terbang dari pohon ke pohon, dari pohon ke tangkai-tangkai padi yang menguning dan ranum. 
Sebentar lagi musim panen itu akan tiba. Musim yang disambut serupa menyambut kelahiran anak pertama. 
Pada hari itu, puput-puput batang padi dibunyikan sebagai tembang pengobat demam-demam panjang. 

Di kamar penuh suntuk, aku gambar sebuah sungai panjang, bening dan dingin. di permukaannya ikan-ikan berlompatan menghampiri joran dan jala.
Oh, sungai dengan riak-riak rindu, mengalir menuju laut. melewati perkampungan-perkampungan kecil. mengalir ke jalan raya, menempuh riuh kota dan macet berkepanjangan. 
Sampai jua ia ke kamar penuh suntuk ini. Sebab, di hari-hari bedengkang begini, dadaku juga laut. Bakal sungai-sungai ingatanku berlabuh.
Ia rindu sesuatu yang bening, sesuatu yang dingin. agar ikan-ikan yang kurawat dalam dada tak mati sia-sia. 
Bukankah itu rindu juga ikan yang berloncatan?

Di kamar penuh suntuk, aku gambar sebuah hutan penuh pohonan-pohonan lebat. Jalan setapak di dalamnya membentang membentuk peta bagi para pengepul kayu rimba. Kayu bakal menanak kesetiaan pada tungku-tungku di sebuah dapur sederhana.
Suara-suara mereka bersahutan, bertingkah-tingkah membentuk benang panjang. mengikat dari pangkal ke pangkal telinga. dari suatu kesepian ke kesepian lain. 
Dan hutan bukan melulu tentang tersesat dan hilang, bukan melulu tentang rimba dan ketakutan. 
Sebab ketakutan sesungguhnya ialah ketika hutan-hutan meranggas dan  m4t1 dan hilang dan sepi. 
Sementara rindu di dada kita menghijau dan rimbun. Pelan-pelan menggugurkan daunnya sendiri.

Di kamar penuh suntuk, aku mengambar kampung halaman. kemudian merobeknya, menggambar kembali, merobeknya. Dan begitu seterusnya, berkali-kali,  seperti rindu bertubi merobek jantung hati.

Padang, 2016



UBAN

Ubanmu menggulung di geligi sisir tua
Kau berhias di subuh buta
Sebelum kokok ayam pertama.
Mengutuk-ngetuk masalalumu yang hitam dan purba
Kau menangis setelahnya.

Ubanmu berserakan di lantai dapur
Selepas mengiris bawang
Ketika sepasang tanganmu mencoba meraih matamu yang jujur
Kau pembohong yang buruk
Luk4 menyuruk di sebalik irisan-irisan bawang 
Yang dipetik seorang petani subuh-subuh buta dengan riang gembira 

Ubanmu menempel di putih bantal
Semalam tidurmu tak nyenyak. 
Aku tahu, Liurmu yang kuning dan bau tak mampu menghapusnya
Ada sesuatu dalam kantukmu, dalam tidurmu, dalam igaumu
membujuk sepasang matamu untuk tidak benar-benar tidur
Sebab tidur paling nyenyak bagimu adalah terbangun sepanjang hari.

Jatuhan ubanmu di mana-mana
Aku menemukannya
Kemudian aku terpelanting ke hari tuaku yang buruk
Ubanmu hutan waktu yang rimbun
Setiap saat membawaku tersesat ke lain waktu

Padang, 2017



TUTORIAL MENCINTAI

1
Kau berdiam dirilah di dalam kamar
Berbaring, atau duduk, atau terserah apa maumu

Kunci semua pintu, semua lampu padamkanlah
Bayangkan hujan turun dan guntur menggelegar di luar jendela kamarmu
dengan cahaya yang bakal menciptakan sebentuk debar pada jantung.

Bayangkan aku sedang berada di tempat-tempat jauh
di padang pasir tandus, di antara desis ular paling berbisa
di tengah laut, dikepung badai dan ombak-ombak besar
atau di mana saja. 
Di sebuah jarak yang mampu merimbunkan rindu.

2
Pada hari-hari suntukmu, beranjaklah dari kamar, dari rumah. Bepergianlah kemana saja. ke pasar, taman, jalan raya, pantai dan segala tempat di mana keramaian itu tumbuh dan hidup

Bawa sepotong sepi bersamamu. di tengah riuh keramaian itu, Ia akan mengajakmu mengetuk di pintu rumahku

Kau dan aku akan bertemu. Kemudian akan kita ciptakan sebuah keramaian baru. Keramaian yang tak pernah ada di pasar, taman, jalan raya, pantai dan tempat-tempat ramai kota ini.

3
Sesekali kau juga harus berkunjung ke stasiun, atau dermaga, atau bandara atau tempat-tempat dimana ucapan selamat tinggal sering diucapkan.

Bayangkan semua orang yang mengucapkan kalimat selamat tinggal itu adalah aku 
Dan kau akan dua kali lipat lebih keras mencintaiku. Mencintaiku sekeras aku membenci patah hati.

Padang, 2017



KEPADA SEBUAH NAMA

Ia gemakan suara paling batu
suara-suara menyebut nama seseorang
Ke arah laut, ke arah orang-orang jauh.

Gema memantul di debur ombak
Ke tepian pantai menggulung dan terkapar berkali-kali
di hadapan jari-jari kakinya yang kurus.
Sepasang matanya rajin mengaraminya
; Menjadi ngilu di jantung dan hati.

Semenjak hari itu ia memilih takut pada pantai
Memilih takut pada cerita hari lampau
Yang berkabar tentang kapal-kapal dibajak
Layar-layar dipatahkan badai jahat.

Tiba-tiba ia jatuh cinta pada kamar
pada kesepian yang seringkali merentangkan lengan amat panjang.
Menyediakan pelukan paling hambar.

Ia pun mulai percaya pada kekuatan doa-doa sunyi
Di dalamnya ia gemakan suara paling batu dari segala batu
Suara yang bakal menghantam langit-langit kamar dengan sangat keras
Menerobos jendela, pagar, jalan raya, pantai, ombak dan badai
memukul-mukul di jantung para rompak.

"Lunaklah
Segala badai, 
Segala ombak,
Segala nasib paling buruk.
Lunaklah!
Bagi seorang yang kusebut namanya dalam segala doa."

Padang, 2017



ZIARAH
kepada; almarhum bapak

Rumah kekal itu hanya gundukan tanah biasa
Disiram guguran daun saban waktu

Aku tak bawa sapu
Hanya berharap apa yang kukusyukkan mampu berpilin menyerupai angin
Menyeka debu dan bercak noda hari lalu

Aku faham betul isyarat hujan; 
awan tebal dan menghitam
Namun dadaku tak sekali pun berkabar tentang hujan
Sebab, di sana cuaca seenak hatinya berubah.

Di hadapan kesunyian itu
di antara bunyi jatuhan air dari ujung-ujung daun ke helai rambutku
Aku membangun sebentuk tembok besar di belahan dada
Namun hujan jatuh juga kiranya
Dari langit,
Dari sepasang mata
Dan perjumpaan itu pun terjadi
Pipiku basah
Air mata melautkannya berkali-kali.
Siapa yang bakal sanggup melerainya?

Kau mungkin tak mengerti apa yang gagap kuucapkan 
dalam hujan
Dalam lebam pada jantungku
Kata-kata telah patah
Tapi kau tenanglah
Tuhan tahu segala dari dalam hati.

Padang, 2017


KEJADIAN-KEJADIAN PALING PUISI DI DALAM SEBUAH KELUARGA 

1
Lilin-lilin ditiup di hari ulang tahun seorang anak. Namun ia tak tahu harus menyisipkan nama siapa pada tiap hembusan doa yang gagal mem4tikan semua nyala.

2
Aku tidur di ranjang
Ibu tidur di sofa ruang tamu
Ayah tidur di sepasang kepala kami berdua

3
Ayah mengupas kulit bawang
Lalu menangis tersedu-sedu

4
Di ruang tamu , sebuah keluarga menonton film kartun Spongebob Squarepants..Tiba-tiba nenek membanting televisi. 
"Aku benci laut" ucapnya 

5
Di bangku tunggu sebuah stasiun
Seorang perempuan duduk dan mengantuk
Ia bergumam;
Aku sedang menunggu pulang yang tak pernah benar-benar pergi.

6
Seekor tupai melompat dari dahan jambu ke atap rumah
"Kucing tetangga berulah lagi" sahut nenek dari dapur.

7
Setelah beberapa jam m4t1 lampu
Tiba-tiba ia hidup kembali
Di dekat jendela, ibu bergegas menyapu air matanya 

8
Aku duduk di meja makan
Ayah malas-malasan di atas ranjang
Di dapur ibu menanak batu-batu.

9
Gempa melanda sebuah kota
Sebuah keluarga terperangkap ke dalam puisi seorang penyair.

Padang, 2017

Tentang Penulis :

Dafrika Doni, lahir di Nagari Kajai, Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat. Jatuh cinta pada puisi sejak masih duduk di sekolah menengah pertama. Sekarang bekerja dan tinggal di Padang. 


Tidak ada komentar