HEADLINE

SI KEMAL YANG BIKIN ONAR_Cerpen R. Bintang (Sastra Hari Ini)


"Mamah minta uang..!"

"Tak ada uang, Nak. Ini tanggal tua, Ayahmu belum gajian."

"Ah, Mamah kok jadi pelit?"

"Ni anak. Bilang Mamahnya pelit, padahal ini hari udah berapa kali dikasih uang buat jajan." Imas, bicara sendiri.

Bocah delapan tahun itu lenyap dari hadapannya. Tapi ia masih mendengar pintu gudang dibanting si bungsu, sebelum anak lelaki semata wayang itu mengayuh pedal sepeda. Melesat entah kemana.

Hari masih pagi. Tiba tiba ia merasa sunyi. Tak ada sesiapa di rumah. Suaminya, Jaro, sibuk di kantor. Si sulung sudah satu tahun ini melanjutkan pendidikan tinggi di Akademi Keperawatan (Akper) dan tinggal di asrama. Sementara anak anak lainnya tentu berada di sekolah.

Ya, rumah ini sepi di kala pagi. Seperti rumah rumah lain yang dihuni oleh para aktivis kehidupan. Seperti istana yang semua prajuritnya pergi ke medan perang. Lengang. Menyisakan dinding-dinding ruang yang menjelma ornamen beku tempat pikiran bertabrakan dari sekat ke sekat dari waktu ke waktu dan kecemasan (secara alamiah) pasti pernah mendatangi setiap orang ditingkap bayang-bayang dunia menggelinding menuju sebuah peradaban ramai, meski di celah-celah ramai itu ada saja sel-sel menyusun struktur jaringan sunyi.

Tapi Imas, tak boleh cemas. Meski akhir akhir ini cinta Kang Jaro sedikit tergerus oleh berkas-berkas kerja. Jungkir balik di kantor, balik jungkir di rumah. Tak apa. Semua demi keutuhan rumah tangganya. Ia percaya bahwa Kang Jaro adalah lelaki yang paling setia: jujur, pendiam, kalem, tak suka iseng pada perempuan di luar rumah. Ia percaya 1000% bahwa suaminya yang berparas ganteng itu bukan tipe lelaki celamitan alias centil dan suka larak lirik perempuan bahenol di pinggir jalan. Ia, sebagai ibu rumah tangga yang baik, selalu berdoa agar rumah tangganya berkah. Tak ada prahara dan tak ada gangguan. Bagi Imas, inilah kunci sederhana memposisikan diri sebagai istri.

*****

Hari menjelang siang, layar smartphone berkedip, selang beberapa saat getar dan nada watshapp menggelegar di sekujur kamar. Ia buru buru membuka pesan digital yang baru saja masuk tersebut.

'Imas gilaaaa....!'

Deg. Jantungnya berdegub. Sekujur tubuhnya ngilu. Ada apa tiba tiba ibu mertua mengirim pesan seperti ini. Tidak pernah dialami sebelumnya. Imas, yang tadi tak boleh cemas, kini terpaksa jadi cemas. Bahkan teramat cemas. Kesalahan apa gerangan yang telah ia lakukan pada pihak keluarga suaminya sehingga sampai hati mengirim pesan sekasar itu. Ah, ia jadi berimajenasi negatif, pikiran-pikiran kalut berkecamuk menghampirinya.

Berkali kali bahkan sampai bosan, ia mengirim watshapp konfirmasi ke Kang Jaro tapi tak berbalas. Ditelpon pun tak diangkat. Hai, ada apa ini. Ibu mertua mengirim pesan negatif sementara suaminya telponnya tak responshif. Ini kacau. Benar benar kacau. Pasti telah terjadi sesuatu. Tetapi apa?

Kembali ia telpon Kang Jaro, tak diangkat. Watshapp lagi, tak dijawab lagi. Kalut, ia cari Kemal, juga tak ada, tampaknya bocah itu sedang marah lalu pergi main bersama teman temannya, entah kemana.

Tak ada solusi akhirnya ia pergi dari rumah. Di rumah kedua orang tua kandung barangkali solusi bisa berujung. Jujur ia kalut alias galau tingkat tinggi. Lebih parah lagi, menjelang magrib pun suaminya tak berkabar berita. Tak konfirmasi. Saudara saudaranya coba menenenangkan tetapi Imas tetap cemas. Sungguh sangat cemas.

*****

Hari menjelang pagi, Kang Jaro berusaha merayunya agar pulang ke rumah.

"Ayolah, sayang... Kita selesaikan semua secara baik baik. Semua pasti ada solusinya."

"Tidak. Pulanglah sendiri..!"

"Jangan gitu, dong, cantik.."

"Palsu. Rupanya ini yang menjadi jawaban selama ini Akang sering pulang malam. Pura pura sibuk, tapi ada sesuatu yang kau rekayasa di luar rumah.."

"Ah, jangan gitu, say...! Itu semua imajenasimu secara sepihak. Baiklah, sekarang kita ke rumah ibu, kita perlu bicarakan baik baik persoalan ini. Saya yakin ada suatu penyebab yang krusial sehingga ibu jadi hilaf mengirim kata kata yang tak biasanya itu.."

"Saya nggak mau ke sana..!!"

"Ayolah, turunkan emosimu..sayang.."

*****

Di rumah ibu mertua, Imas masih cemas, juga galau tingkat tinggi. Mulutnya terkunci. Wajahnya tak mengirim sinyal diplomasi.

"Jadi begini, Ibu.." Kang Jaro memulai kata kata dengan ekspresinya yang formil. Ala diplomat. "Kami ingin penjelasan Ibu, adakah kesalahan yang telah istri saya perbuat sehingga ibu begitu marah padanya?"

"Hah, maksudnya gimana, Jaro? Ibu belum memahami arah kata katamu..."

"Terkait pesan watshapp itu, Ibu?!!"

"Watshapp...?"

"Iya, Ibu..pesan watshapp yang Ibu kirim ke ponsel Imas..??"

"Ibu tak pernah kirim pesan apa apa, kok..!"

Hening. Jam dinding berdenting. Ada yang tak beres di sini. Imas tambah cemas, sementara Kang Jaro pura pura tenang.

"Ini, Ibu..pesan watshappnya.." Kang Jaro mengulurkan ponsel pada ibunya.

Hening kembali. Suasana sedikit tegang tapi Kang Jaro tetap pura pura tenang. Sementara Imas semakin cemas.

"Waduh, Jaro... ini pasti kelakuan anakmu. Tadi ia kemari. Katanya kesal sama Mamanya karena tak dikasih uang jajan. Ia juga pinjam ponsel Ibu, main game, sama sekali Ibu tak menduga bila Kemal mengirim pesan itu ke ponsel Mamanya."

Kemal cuma cengar cengir. Berusaha kabur dari ruangan itu untuk menghindari sangsi atas kesalahannya. Imas, mengganti cemas dengan senyum senyum simpul. Ia melirik Kang Jaro, sementara Jaro membalas lirikan itu dengan penuh aura Palpel

Penulis: R. Bintang
Seniman grafis yang nyambi menulis prosa




Tidak ada komentar