HEADLINE

PUISI PUISI MUNADI EMBING (Peserta Belajar Menulis Online Simalaba Angkatan 3)



RUANG CITA

Di ruang itu kita pernah mengeja hasrat
mengepal tangan. Berteriak lantang.

Deru deru napas terus mengupas,
kesempatan yang berlalu---lepas.

Mengoyak jejak yang sebentar lagi menjejak
di bukit keemasan atau gemilang kita menyebutnya.

Lalu kita tertawa----menertawai kekonyolan hidup
dan kembali meniduri mimpi di bawah kelip sagitarius.

Banten 2018


IF

If,
aku masih setia di sini
memeluk liukkan angin; dingin
mendengar haru jatuh rintik di pelukan bumi.

If,
sebagian mimpi masih tertidur
di ujung petiolus
aroma petrikor dan senyummu
alasanku tetap berada di sini.

Mengekalkan adamu dalam debar.

Banten 2018


SENYUM SENJA

Matahari mulai mendekap petang. Di barat cakrawala senja berkalang. Biru merona jingga, namun senyum senja tak lagi beraroma karsa, berubah gamang.

Aku masih menunggu senyumnya seperti biasa tanpa cakap. Hanya rumus di otakku yang segera ingin terjawab. Kuadrat cemas ditambah minus harap.

Selagi aku mencari jawaban itu, senyum senja masih tetap membatu dan perlahan malam melingkup dengan kabut-kabut sendu. Di penghujung waktu aku tak pernah tahu, bahkan tak tersadar. Senja telah tenggelam; berlalu.

Banten 2018

APRIL 17

April  adalah perihal muhasabah diri, memetik embun dari mata  sajak-sajak lampau, membasuh lebam dari sengat siang dan merebah di lembayung mega petang.

Detak jarum jam terus berputar mengitari musim silih berganti, gontai kaki kadang terhenti, berdiam tak melangkah sekadar memahami takdir yang terpelanting hingga titik nadir.

Jangan terbuai dengan pencapaian dan segala pujian yang membuatmu alpa. Taburi bentangan cakrawala dengan mimpi dan rasa syukur di hari istimewa, meski tanpa perayaan hanya lentingan doa tulus untukmu meraya angkasa.

Hari ini, Kau boleh jadikan aku apa saja:
lilin yang menemani doamu
meski setelahnya kau tiup
lalu meletakkannya di dalam laci lemari.

Atau kau ...  aku mau jadi apa? katakan saja, bebas sesuka yang kau mau.

Banten 06-04-2018


SWARA, AKSARA MAKNA

/1/
Dinginlah aku pada salju yang kau cipta. Bukankah ini musim kemarau. Yang mana palem-palem digelayuti kurma. Padi-padi yang menguning. Tapi kenapa di matamu dipenuhi salju yang menggulung setiap kata.

/2/
Dinginlah aku pada sekat yang kau cipta. Pendapa tak lagi bermukim cinta. Hanya erangan angin utara yang kudengar. Membawa jejak yang pernah tercetak bersama debu beterbangan melampaui mercusuar.

/3/
Dinginlah aku pada jarak yang kau bentang. Noktah yang kau titipkan pada dahi, melintang. Menutup percikan cahaya gemintang. Menumbuhkan semak belukar; jalan aral merintang.

/4/
Dinginlah aku pada lirih kesunyian. Nada-nada membisu di swarga tirta kedamaian. Dan bekulah aku pada embusan itu, pada tinggi gelombang yang tak sempat angin utara sampaikan kepada lautan.

Banten 2018


Tentang penulis:

Munadi Embing tinggal di daerah Rawa Rengas, Kec. Kosambi, Tangerang, Banten. Menyukai segala hal tentang puisi.

Tidak ada komentar