HEADLINE

MATA_Puisi Puisi Faris Al Faisal (Semarak Sastra Malam Minggu )

SEMARAK SASTRA MALAM MINGGU : EDISI 20

Redaksi Simalaba menerima tulisan puisi (minimal 7 judul), cerpen dan cernak (minimal 5 halaman A4) untuk dipublikasikan pada setiap sabtu malam. 
kirim karyamu ke e-mail : majalahsimalaba@gmail.com
Beri subjek SEMARAK SASTRA MALAM MINGGU. Apabila dalam 2 bulan naskah tidak dimuat maka dipersilakan mengirimnya ke media lain.
(Bagi karya yang dimuat malam minggu diberikan honorarium sepantasnya)


MATA

seharusnya pada matamu menyimpan bayangku. Bayang yang selalu terkenang entah sudah berapa lama? Mengalir seperti anak sungai matamu kala merindukanku

pada matamu tak lagi ada timbunan kenangan. Semua menguap sehabis air mata mengering setelah badai asmara mengamuk bahtera. Retak, patah tak tertolongkan

mata akan berkata dengan cahaya. Memancarkan sinar ketulusan, bahkan pula kebohongan.

gelap pandang tanpa mata. Mata gelap tanpa cahaya. Matamu membuatku berair   

Indramayu, 2018


BULU MATA

bulu mata jatuh. “Benarkah ada yang merindu?” katamu. Andai itu benar, maka bulu matamu akan jatuh sehelai-demi sehelai hingga tak bersisa. “Kenapa begitu?” tanyamu kemudian
“Karena aku merindukanmu setiap hari,” yakinku padamu. Bulu matamu indah sayang. Lentik menukik memberi bentuk cantik. Tanpa maskara namun selalu memesona 

Indramayu, 2018


HIDUNG

hanya hidungmu yang nanti akan mencium wangi tubuhku, juga keringatku. Tidak mancung juga tidak juga pesek. Hidung bagus yang tak dibayang pensil ukir agar tampak lancip. Ia akan menghidu segala rupa kehidupan

empat tahun aku merindukan hidungmu. Kau tak perlu heran aku berkata demikian. Bukankah orang yang tak pernah tampak disebut tak kelihatan batang hidungnya? Itulah sebabnya aku akan terus merindukan hidungmu

Indramayu, 2018


DAGU

dagu, kelak setelah perpisahan ini tak lagi aku dapat mencubitmu yang manis semanis buah bintang. Dagu itu menggantung bak lebah yang memeluk sarang bermandikan madu, memberi arti rindu pada tiap-tiap jarak mengantarakan dua pulau dalam genangan selat

dagu, membuatku tak pernah malu untuk merasa rindu. Kuungkapkan pada gerimis yang tempias di celah jendela kamarku. Menjadi butir pelepas dahaga pada rongga dada yang tak jua mau mereda. Kapan aku dapat menyentuhnya lagi? walau sekali   

dagu, siapakah nanti pemilikmu nanti? Aih, aku cemburu pada dagumu

Indramayu, 2018



LIDAH

pada ujungmu yang berbilah dinamai lidah. Berdiam di rongga mulut tempat berkumpulnya ludah. Darinya akan keluar kata-kata indah bak madah. Ataupun kalimat leceh nan merendah

sebelum benar-benar lidah membuang ludah. Periksa kembali atas setiap kata yang akan diucap lidah lalu meloncat dari mulut. Juga kata yang akan kuucap dari lidahku

Indramayu, 2018

TELINGA

puisi mana yang pernah kau dengar di telingamu? Mendegub getar dalam hatimu saat kubacakan rindu yang dinarasikan dalam bahasa tulis. Biar ini kali kubacakan dekat di telingamu. Pelan karena aku cekatan

derap-derap kataku adalah hembusan masa silam yang penuh luka. Disakiti karena mencintai. Apakah cinta hanya membuat ingatan bicara duka? Telinga manakah yang sudi mendengar keluh kesah yang hanya membuat mata basah?

Indramayu, 2018


JARI MANIS

di bumi andan jejama. Suatu sore di hari lebaran haji setahun silam, di jari manismu itu pernah terpatri janji. Meminangmu dengan sebentuk cincin emas. Wajahmu tampak merona padahal bulan belum berkeramas

jari manis, di jari manis segenap mimpiku kulingkarkan. Agar semua keraguan berganti menjadi keyakinan. Lelaki-lelaki lain pun akan enggan untuk mengganggumu. Begitu besar arti ikatan di jari manis

(Indramayu, 2018)



TELAPAK

jejak di telapakmu adalah jalan menuju masa depan. Jauh nan panjang melewati kesulitan. Mendaki menurun, melereng mendatar, menyeberang menyilang. Berpeluh dalam keringat. Menapak bersamaku entah untuk berapa lama? Selamanya. Telapakmu yang nanti kelak anak-anakku mencari jalan surga darimu   

Indramayu, 2018



Tentang Penulis

Faris Al Faisal lahir dan tinggal di Indramayu, Jawa Barat. Bergiat di Dewan Kesenian Indramayu. Karya fiksinya adalah novella Bunga Narsis Mazaya Publishing House (2017), Antologi Puisi Bunga Kata Karyapedia Publisher (2017) dan Kumpulan Cerpen Bunga Rampai Senja di Taman Tjimanoek Karyapedia Publisher (2017) sedangkan karya non fiksinya yaitu Mengenal Rancang Bangun Rumah Adat di Indonesia Penerbit Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2017). 

Puisi, cerma, cernak, cerpen dan resensinya tersiar berbagai media koran seperti Kompas, Tempo, Republika, Kedaulatan Rakyat, Suara Merdeka, Pikiran Rakyat, Lampung Post, Padang Ekspres, Rakyat Sumbar, Radar Cirebon, Radar Surabaya, Radar Sulbar, Radar Banyuwangi, Media Jatim, Merapi, Minggu Pagi, Banjarmasin Post, Bali Post, Bangka Pos, Magelang Ekspres, Solopos, Suara NTB, Joglosemar, Tribun Jabar, Tribun Bali, Bhirawa, Koran Pantura, Riau Pos, Tanjungpinang Pos, Serambi Indonesia, Majalah Simalaba, Majalah Hadila, Majalah Suara Muhammadiyah, Tabloid Nova, IDN Times, Sportourism.id, Puan.co dan Jurnal Asia. 

Tidak ada komentar