HEADLINE

KIPAS ANGIN IMPIAN_Cernak Gita FU (Semarak Sastra Malam Minggu)

SEMARAK SASTRA MALAM MINGGU : EDISI 41

Redaksi Simalaba menerima tulisan puisi (minimal 7 judul), cerpen,cernak dan artikel (minimal 5 halaman A4) untuk dipublikasikan pada setiap sabtu malam. kirim karyamu ke e-mail : majalahsimalaba@gmail.com
Beri subjek SEMARAK SASTRA MALAM MINGGU. Apabila dalam 2 bulan naskah tidak dimuat maka dipersilakan mengirimnya ke media lain.
(Bagi karya yang dimuat malam minggu diberikan honorarium sepantasnya)

Farhan mengelap keringat yang menetes dari dahinya. Anak kelas enam SD Pagi Cilacap ini tak bisa belajar dengan fokus, akibat merasa kegerahan. Udara Cilacap memang semakin panas akhir-akhir ini. Mungkin karena sedang pancaroba, peralihan dari musim kemarau ke penghujan. Sehingga suhu udara terasa panas dan lembab. Ibu yang melintasi kamar Farhan, mendengar keluhannya lalu mendekat.

"Kenapa, Han? PR-nya susah, ya?"

"Bukan PR-nya, Bu, tapi udaranya. Sumuk!" jawab Farhan sambil mengipas-ngipas wajah dengan bukunya.

"Padahal ini sudah malam. Seharusnya kan, sejuk, ya, Bu?" keluhnya lagi.

Ibu beranjak ke jendela lalu membukanya sedikit. "Nah, sementara begini saja, Han. Lumayan sejuk?" Farhan mengangguk.

"Sudah, lekas selesaikan belajarmu. Sebentar lagi jam setengah sembilan."

"Iya, Bu. Terima kasih," jawab Farhan.

"Jangan lupa nanti ditutup lagi, ya, jendelanya," pesan Ibu sebelum berlalu.

 Angin malam sepoi-sepoi masuk ke kamarnya. Anak berambut ikal ini amat menikmati kesejukan yang dibawa angin tersebut. Sehingga dalam waktu singkat Farhan  bisa menyelesaikan semua soal dari sekolah.

"Coba ada kipas angin di kamarku, ya. Pasti belajarku tambah nyaman. Tidak seperti tadi," pikir Farhan.

 Dulu keluarga mereka punya satu kipas angin listrik model berdiri. Namun sayang,  suatu hari akibat korsleting, kipas tersebut  rusak.  Ayah belum bisa membeli yang baru. Kata Ayah, kapan-kapan saja kalau sudah ada dana lebih.

Farhan melirik jam di dinding, tepat jam sembilan rupanya. Dia segera mengemasi meja belajar lalu menutup jendela kamar. Waktunya tidur.
**

Keesokan hari di sekolah, Farhan bercakap-cakap dengan Aldi teman sebangkunya.

"Al, tadi malam hampir saja aku tidak mengerjakan PR."

"Lho, kenapa?" heran Aldi.

"Hawanya panas banget! Aku sulit berkonsentrasi. Untung Ibuku membukakan jendela, jadi angin bisa masuk."

"Oh, begitu. Aku juga sama kayak kamu, Han. Tapi Alhamdulillah ada kipas angin istimewa di kamarku," jelas Aldi. Farhan merasa iri mendengarnya.

"Wah, enaknya! Model kipasnya seperti apa, Al? Mahal tidak?" cecar Farhan.

"Kipasnya sederhana. Bisa ditaruh di atas meja, bisa  dipegang langsung. Harganya? Paling banyak dua puluh ribu saja!" terang Aldi.

Farhan membelalak tak percaya. "Masa? Aku maulah kalau semurah itu. Uang celenganku pasti cukup membelinya. Ayo, Al, katakan di mana kamu membelinya?"

Aldi cengar-cengir melihat reaksi Farhan. "Begini saja, Han. Nanti sore kamu ke rumahku, ya. Bawa barang-barang yang akan kucatatkan. Oke?"

Farhan melongo. "Mau ngapain, Al?"

"Sudah, nanti juga kamu tahu. Sebentar lagi pelajaran dimulai, tuh!"

Setelah itu Aldi tidak mau lagi menjawab rasa penasaran Farhan. Terpaksa Farhan menyabarkan hatinya. Kemudian saat pulang sekolah, Aldi menyodorkan selembar catatan.

"Ini bahan-bahan yang harus kamu bawa. Kutunggu, ya!"

***

Farhan mendekati Ayah yang sedang minum kopi di ruang tengah. "Yah, nanti sore aku diminta Aldi ke rumahnya sambil bawa ini. Maksudnya apa, ya, Yah?"

Ayah membaca catatan tersebut. Di situ tertulis 'yang kita butuhkan yaitu : gunting, seutas kabel  kecil, lem, dinamo, baterai 9V, lakban, potongan kardus 7x9 cm, tutup botol mineral yang dilubangi tengahnya, pipa PVC panjang 14cm  lubangi sisi belakang bawah, baling-baling, dan penjepit kertas'.

Ayah mengangguk paham. "Tadi di sekolah membahas apa sama Aldi?"

Farhan menceritakan ulang percakapannya dengan Aldi. Ayah tersenyum, dalam hatinya memuji kreativitas Aldi.

"Sekarang kamu siapkan saja semua yang tertera di situ. Sepertinya yang perlu kamu beli cuma baterainya saja, Han. Bahan lainnya bisa kamu cari di rumah," ujar Ayah.

Penuh semangat Farhan menyiapkan alat dan bahan yang diminta Aldi. Untuk dinamo, Farhan mengambil dari  mobil Tamiya lamanya. Demikian pula dengan baling-baling, Farhan dapat dari mainannya sendiri. Tutup botol mineral dia ambil dari sampah botol bekas, yang dikumpulkan Ibu di belakang rumah. Ayah memotong sisa pipa PVC di gudang, kemudian Farhan yang melubangi sisi belakang bagian bawah menggunakan paku.

"Ini kabelnya, Han," kata Ayah. "Sudah lengkap semua?"

"Tinggal beli  baterai, Yah. Nanti saja di toko ujung gang sekalian aku berangkat ke rumah Aldi."

"Sudah ada uangnya?" tanya Ayah lagi.

"Ada, Yah. Kuambil dari simpanan sisa uang saku," senyum Farhan. Ayah mengacungkan jempol.

  Kemudian selepas waktu ashar, Farhan pamit pada orang tuanya. Dia  bersepeda ke rumah Aldi. Hatinya berdebar-debar senang. Membayangkan akan seperti apa jadinya bahan-bahan yang dia bawa nanti.                                  

**
Rupanya Aldi sudah menunggu di teras. Farhan langsung menguluk salam.

"Al, aku sudah membawa barang-barang yang kamu suruh, nih! Selanjutnya ngapain?"

"Sip! Kamu duduk dulu, ya. Aku mau mengambil sesuatu." Aldi berderap masuk ke kamarnya.

Sebentar kemudian Aldi muncul lagi. Tangannya menggenggam sebuah benda. "Coba lihat, Han!"
Farhan memperhatikan dengan seksama. Aldi memegang sebuah pipa PVC pendek. Bagian bawahnya beralas potongan kardus. Sementara di ujungnya ada baling-baling yang berputar. Farhan ternganga kagum.

"Ini kipas angin?"

"Iya! Ini yang kuceritakan tadi di kelas. Sederhana, kan?" jawab Aldi. "Kamu mau punya yang seperti ini, Han?"

"Mau, Al! Bagaimana bikinnya?"

"Sekarang gelar bawaanmu di lantai. Nanti kutunjukkan caranya," kata Aldi.

Maka Farhan pun mengeluarkan bahan-bahan yang dia bawa dari kantong plastik. Pertama, Aldi menyuruh Farhan mengaitkan ujung kabel pada ke dua ujung dinamo. Lalu merekatkan dinamo ke tutup botol dengan lakban. Tak lupa Aldi memasukkan kabel yang menempel pada dinamo, ke lubang yang terdapat pada tutup botol. Setelah itu  tutup botol direkatkan ke mulut pipa bagian atas. Kabel yang menjuntai di masukkan ke dalam pipa dan ditarik keluar melalui lubang di bagian bawah belakang.

"Sekarang lem  permukaan kardus ini ke bagian bawah pipa, Han," tunjuk Aldi.

"Oh, ini sebagai alasnya, ya, Al?"

"Iya. Selain itu supaya kipasnya bisa diberdirikan."

Kemudian, Aldi menyuruh Farhan menempelkan baterai 9V di sebelah atas lubang belakang pipa dengan lakban. Lalu  salah satu ujung kabel dipasang ke kutub positif baterai, dan  penjepit kertas ke kutub negatifnya.

"Wah, lakban ini membuat baterainya seperti mumi ya, Al?" celetuk Farhan geli.

"Bisa saja kamu, Han," sahut Aldi tertawa. "Nah, tinggal tahap akhir. Kita bikin kait dari ujung kabel satunya."

"Oh, maksudmu  kawat tembaga yang ada di ujung kabel ini kita bengkokkan sedikit?" Farhan melakukan petunjuk Aldi. "Sudah. Selanjutnya apa?"

Aldi memasang kait tersebut pada penjepit kertas. "Ini cara menyalakan dinamonya. Kalau mau mematikan tinggal kamu lepas pengaitnya." Farhan mengangguk paham.

 "Terakhir kita pasang baling-baling ke dinamonya. Nah, sudah selesai! Kamu coba, Han!" seru Aldi.

Farhan pun menyalakan kipas angin tersebut. Baling-baling berputar menghasilkan angin. Dengan girang Farhan mendekatkan kipas ke wajahnya. Aldi memperhatikan sambil tersenyum lebar.

"Alhamdulillah aku sekarang punya kipas angin impian! Terima kasih banyak ya, Al!"

"Sama-sama, Han. Kalau kipasnya kehabisan daya, tinggal kamu ganti saja baterainya, ya!"

"Oke! Tapi omong-omong, kamu kok bisa tahu cara bikin kipas ini?" heran Farhan.

"Oh, itu karena aku suka baca, Han," jawab Aldi kalem. Farhan semakin kagum pada temannya itu. Dalam hati dia bertekad untuk gemar membaca, agar wawasannya semakin luas. (*)

Tentang Penulis: 

Gita FU, pembaca dan penulis  kelahiran Pontianak dan sekarang berdomisili di Cilacap. Buku solonya adalah kumpulan cerita anak  berjudul 'Pekerjaan Rahasia'.  Terbit bulan Agustus 2018 (JWriting Soul Publishing). 











Tidak ada komentar