MENUKIL AYAH | Puisi Nailus Shafi Nail |
Redaksi Simalaba menerima tulisan puisi (minimal 5 judul), cerpen dan cernak (minimal 4 halaman A4) esai, opini, artikel dan liputan kegiatan yang sesuai dengan visi dan misi media Simalaba untuk dipublikasikan setiap hari (selain malam minggu) kirim karyamu ke e-mail : majalahsimalaba@gmail.comBeri subjek SASTRA SETIAP HARI. Program ini juga memberi ruang bagi sahabat pemula dalam dunia sastra agar tetap semangat berkarya (Belum berhonor)Redaksi berhak menyunting naskah yang masuk tanpa mengurangi maksud dan isi dari tulisan.
MENUKIL AYAH
Kami menaruh iri padamu ayah
Sebab jerit tulangmu berhari-hari
Baru membuahkan biji padi
Yang akan jadi lembaran kertas
Lembaran kertas yang akan kami timang
Demi menempuh hidup
Agar tak redup
Meraup untung
Meski keterbatasan mengungkung
Selayaknya kita harus belajar padamu ayah
Karenamulah kami mengenal tabah
Dari kerja kerasmu, puing-puing mimpi kami
Menjadi budi pekerti
Permai bersama keluarga damai
Dari caramu menbajak sawah
Melebur tanah-tanah dengan sepasang sapi
Disitu kami bisa belajar tentang indahnya menari
Demi kesuksesan nanti
Seharusnya kita belajar darimu ayah
Tentang perjuangan yang berdarah-darah
Tentang kesabaran ketika mendapat cobaan
Tentang syukur meski beratap pelepah nyiur
Annuqayah, 24 Desember 2019
RINTIHAN ALAM
Hujan pertengahan desember kemarin
Membuat kami bingung menentukan
Antara berkah dan amarah
Sebab kami gelisah
Ketika alam gerah
Pada deretan rumah-rumah
Atau ladang-ladang dan listrik yang bertiang menjulang
Kami bertanya-tanya
Mengapa alam sedang berduka
Atau kami selalu alpa pada-Nya
Annuqayah, 24 Desember 2019
TADABBUR
selalu berdiskusilah dengan alam
di sana kau akan menemukan Tuhan
ketika kau melihat mentari merangkak dari timur_
memancar jubah putih tak terukur
oleh angka-angka yang seakan kehilangan nyawa
ketika kau melihat senja
selendang merah penuh kekuasaan-Nya
berpijar menawan
memantik fikrian
untuk selau bersyukur pada tuhan
ketika kau melihat awan
di situ Tuhan meracik hujan
dengan kasih sayang
meski kau selalu hilang
ketika kau melihat bumi bundar atau datar
Akan tergambar
kekuasaan yang Maha Banar
ketiaka kau melihat pengetahuan yang berserakan
kau akan kerdil
dihadapan Maha Adil
dan ketika kau melihat segalanya
kau akan menunduk lalu bercinta
dengan yang Maha
Annuqayah, 24 Desember 2019
TANGAN TUHAN
Tuhan selalu memanggil kita
Tapi kau tak peduli
Sebab sibuk mengeja dan menghitung duniawi
Tuhan selalu memanggil
Kau malah mengigil
Dengan selimut mungil
Tuhan selalu memanggil kita
Namun urusanmu lebih penting dari-Nya
Tuhan selalu memanggill kita
Kau malah memrapikan dasimu
Pergi kekantor demi meraup honor
Tuhan selalu memanggil kita
Kita hanya tertawa dengan orang gila
Annuqayah, 24 Desember 2019
NEGERI PEMANTIK ASA
Aku akan membawamu, dinda
Kesebuah negeri yang bisa memproklamasikan cinta kita
Sebab hati ini sudah mengembun
Mencari haluan dari sebuah kebahagiaan
Negeri yang idiologinya terbuat
dari kasih sayang kita
dan asasnya bermawal pemantik asa
di sana kita laiknya raja
dijaga oleh tentara para pecinta
dinda, maukah kau pergi denganku
Mencari negeri itu?
Annuqayah, 24 Desember 2019
KAMPUNG MENGAPUNG
Kampungku kini mulai terapung
Melambung melesat sunyi
Melarung tak terkendali
Sebab di sana tak kutemukan lagi
Anak yang mengeja aksara di surau
Tempatku dulu menukar fikiran
Dengan kitab-kitab manakiban
Kampung kami telah terapung
Hanya sedikit anak-anak yang memeluk kitab suci
Dan mengunci dirinya dengan syakal-syakal qur’ani
Aku hanya menunduk tabah
berharap ada yang mengubah
Menjadi permai dengan suara-suara Tuhan
Annuqayah, 24 Desember 2019
ISTANA SUCI
Aku melihat tanah sumirat
Dan air yang semakin hilir
Kemudin disadur dengan kerikil-kerikil
Oleh tangan-tangan pengabdi
Terik mentari menjadi saksi
Bahwa kami melebur benih harap
Pada besi-besi yang telah berdiri kokoh
Pada tanah yang telah menyatu dengan lelah
Sebab, ia akan di dibangun istana suci
Yang di dalamnya penuh dengan pemudi mengaji
Kitab-kitab para kiai
Aduhai, jariah kami mudah-mudahan terpatri menjadi tali
Ketika kami tak mempunyai harapan lagi
Annuqayah, 24 Desember 2019
MENABUH REBANA
Tuan, kau begitu khidmat menabuh rebana
Pada jubah hitam malam
Seakan kau tak sangsi melihat jarum jam
Yang berlalu dari angka-angka
Tuan, rabanamu ditabuh
Negeri sarung riuh
Akan dendang yang di guguh
Bercampur dengan titah-titah kesatria padang pasir
Annuqayah, 24 Desember 2019
Tentang Penulis:
Nailus Shafi Nail. Santri PP. Annuqayah Lubangsa dan Mahasiswa INSTIKA prodi Ilmu al Qur’an dan Tafsir, asal Juruan laok, Batuputih, Sumenep. Sedang merakit mimpi di Komunitas liur pena sastra Iksbat. Bisa dikunjungi di FB: Nailus Shafi Nail.
Tidak ada komentar