HEADLINE

PUISI PUISI RISMA MEI LINA (Sastra Harian)



TAK ACUH

Percuma!
Kau hanya diam,
meski mulutku sudah berbusa.

Walau telah kubujuk dengan pelangi
kurayu dengan ribuan bintang
kau tetap diam.

Tangisku,
tak lagi mempan
untuk mengunduh ibamu.

Aku tersumbat
di antara letih dan cinta.

Sumedang, 02 Agustus 2017.



PANTAI JINGGA

Berjalan di atas bergelombang
tak lagi menakutkan
karena aku percaya, kau menjagaku Ayah.

Meski hari kian gelap
namun aku tak cemas
karena bagiku
kau adalah penerang, penunjuk pulang.

Andai saja waktu dapat kuhentikan
aku tak ingin beranjak lagi
melimpah waktu yang terbuang
karena pekerjaan yang memisahkan.

Terima kasih Ayah, telah meluangkan waktumu
membimbingku, agar tak terjatuh melawan irama lautan
menuntunku, bercengkrama dengan aroma petang.

Kutahu, kebersamaan ini begitu tabu
namun kumengerti, jiwa kita selalu menyatu.

Sumedang, 18 Juli 2016


CATATAN HATI


Ada masa yang tengah aku bidik
tepat dimana rebahnya para impian.

Ketika langkah diberi persimpangan
teguhku hanya satu, yaitu kamu.

Dengarlah bisik yang merangkak
menuju segumpal daging yang kau sebut hati.

Dan rasakan lembaran rindu
yang telah terseduh
bersama garis tangan yang sedang kulukis.

Bertenggerlah senyum
pada dahan pengharapan
saat tanganku telah kau genggam.

Aku berkeyakinan,
cintaku takkan bertepuk dengan angan.

Sumedang, 11 Maret 2017.



NADA TAK SAMA

Kita telah berambisi pada masa
membidik tiap impian yang membayang
namun garis tangan menghapus semua
kau melenggang dengan kisah yang berbeda.

Semua memori yang bertakhta
terhempas begitu saja
jadi lembaran yang merangkak lebur
dan perlahan hilang ditiup angin.

Di sini, dalam persimpangan bimbang
mendayu harap dipelukmu
menyeduh cerita yang telah kurindu
namun takdir mengejaku dengan ngilu.

Baiklah--

akan kurapikan tulang-belulang tentangmu
menguburnya bersama leluka yang telah membusuk
aku akan melupakanmu.

Sumedang, 06 Maret 2017



TARIAN DUSTA

Rimbun janji, tak kontras dengan bukti
kumandang sumpah meraung
namun menjelma pelangi di malam hari
larut dalam kegelapan.

Baiklah, akan kusimak tualang kata yang kau gores
tapi perangkap ilusimu, tak bisa menjebak lagi.
Sebab mata dan hatiku telah terkuas oleh terang
dapat kubedakan, mana lubang mana pijakan.

Aku takkan terkapar, oleh timbunan maaf
takkan tergelincir sengatan rayu
sebab, batang-batang kebenaran telah kugenggam
dan guncangan hasut adalah percuma.

Sumedang, 28 Januari 2017.


CINTA BEDA AGAMA


Kujumpai Tuhan malam itu
saat di belahan dunia sana kau terlelap
riuh doa kupanjat
agar indah, mimpi yang sedang kau garap.

Sayang, telah kutasbihkan di lereng harap
mengenai cinta yang berontak akan norma
kau dan aku berbeda
tapi tetap bersama seolah tuli dan buta.

Takdir memang menampar tiap kali aku tersadar
namun sayap kasih terlanjur mengepak
melucuti logika
menjelma hujan yang tak acuh akan bah.

Kucoba berkali redupkan rasa
menyisir sudut hitam tentangmu
tapi payah, yang kutemui adalah nirmala
membuatku sulit untuk berpaling.

Biarlah aku tetap di sisimu
meski badai menerjang
merelakan diri dikutuk orang
sebab hanya bersamamu aku merasa tenang.

Sumedang, 15 Januari 2016.


Tentang Penulis:

Risma Mei Lina, lahir di Dusun Sukamanah Desa Sukamaju Kecamatan Rancakalong Kab. Sumedang, Provinsi Jawa Barat pada 14 Mei 1997. Masih Kuliah di Perguruan Tinggi Sebelas April Sumedang.


Tidak ada komentar