HEADLINE

KEMBALI MENUNGGU_Puisi Puisi Muhammad Sarjuli

Redaksi Simalaba menerima tulisan puisi (minimal 5 judul), cerpen dan cernak (minimal 4 halaman A4) esai, opini, artikel dan liputan kegiatan yang sesuai dengan visi dan misi majalah Simalaba untuk dipublikasikan setiap hari (selain malam minggu) 
kirim karyamu ke e-mail : majalahsimalaba@gmail.com
Beri subjek SASTRA SETIAP HARI. Program ini untuk memberi ruang bagi sahabat pemula Dalam dunia sastra agar tetap semangat berkarya (Belum berhonor)
Redaksi berhak menyunting naskah yang masuk tanpa mengurangi maksud dan isi dari tulisan.



KEMBALI MENUNGGU

Langit pagi berkerudung ungu.
Kulihat matamu yang bersinar itu gerimis lagi
kian limbung di atas rencana rencana terapung
jadilah aku pelangi warna warni
indah kala kau pandangi dari pinggir kampung.
Aku dan kamu sejarak ombak
berkejar kejaran mengitari pulau pulau
dan  menepilah, tentu kau temui banyak nama
yang menunggu kedatanganmu di pinggir pantai.
Tentunya anak anak akan senang bermain denganmu
ia akan berlari lari kecil menyambut kedatanganmu.
Lalu aku pelan pelan kembali ke lautan
hingga kau piawai mengajari warna warna pelangi
sampai kau mengerti arti hidup ini.
Biarkan aku bertualang
menulis segurat catatan
tentang pelangi yang menunggu gerimis datang.

Lampung Barat, 18 Januari 2019.



ARTI DIAM


Sebelum kau benar benar pergi
buatkan aku secangkir kopi.
Akan kunikmati
sampai kau tak terlihat lagi.
Tak pelu kau jawab
karena aku akan segera pulang.
Kembali berteman sepi
dan menguraikan andai andai.

Lampung Barat, 18 Januari 2019.

MENJEMPUT SEPI

Adik benarkah engkau pulang?
Membuka hati dengan sejuta peluang
meski catatan kemarin sore
menjadi saksi cinta yang kubuang.
Duduklah di sampingku, Dik.
Akan kuceritakan arti menunggu
bagaimana cara membenci waktu
dan gelisah yang pecah ke segala arah.
Bacalah, ada puisi yang kubuat, Dik.
Meski tak panjang
namun cukup menceritakan kemarin dan sekarang
tentunya hari esok yang kita bicarakan
agar bila aku hilang
Adik bisa mengerti jarak kesepian hanyalah setipis kulit bawang.

Lampung Barat, 18 Januari 2019.

HUJAN


Oh hujan rupanya?
Sudah bangun kau sepagi ini
lalu apa yang hendak aku buat?
Ah. Aku lupa kau telah membuat janji pada kemarau
saat dedaunan memutuskan pergi
menumui tanah yang mengering.
Hai. Entah mengapa bau basah
menderas
jatuh pula dari bola mata.

Lampung Barat, 18 Januari 2019.

MENANTI PURNAMA


Mungkinkah kutemui sesabit bulan malam nanti?
Setelah malam lalu aku tak menatapnya
sekedar untuk menceritakan gelisah mengapung
pada hari hari pikun.
Dari balik kaca aku bertanya bingung.
Bila sudah begini,
aku mempertanyakan cahaya damai purnama
bila mana lagit masih saja mendung
takdapatlah beranjak dari linglung.
Wahai langit yang hatinya begitu sempit
yang memaknai realitas menurut pemahamannya sendiri
sibaklah awan awan itu dengan tanganmu,
menurutku itu bukanlah hal yang sulit.
Seusai rembulan menyinari pucuk daun
dan hasrat yang menggunung
biarkan aku kembali merenung.

Lampung Barat, 18 Januari 2019.


HANYIR PERTEMANAN


Sesungguhnya tubuh kita ini tak mengerti arti damai, Kawan.
Maka gerakanlah ragamu dengan kata hati
dari jiwa yang berteman sepi.
Kita menyukai keramaian
dan Tuhan terus saja menyaksikan
ketika sepi kita ini bertukar pertikaian
hingga terkulai kemudian.
Hancur. Hancur benar dunia kita.
Sebab aroma damai sudah tak tercium lagi
entah apa yang membuat manusia kita menjadi bau amis.
Aku terus memikirkannya
lalu berpura pura memahaminya.

Lampung Barat, 18 Januari 2019.


YANG TAK MUNGKIN HILANG

Adakah yang mampu menghapus ingatan?
Kenangan menjadi rintik
ketika mengingat wajahmu
pada satu titik.
Batu Berak, tempat ini semakin mengeras
mendindingi kenangan yang masih terjaga
di atas bambab yang masih lembab.
Bukankah hidup seperti batu?
Sekeras apapun akan pecah oleh waktu
sebelum akhirnya tak mampu aku melupakanmu.
Seperti kenangan yang tiba tiba kembali pulang
pada sela waktu yang lengang.

Lampung Barat, 18 Januari 2019.


BELUM PERCAYA

Tapi bagaimana aku tau kau membutuhkanku?
Di dalam hatimu masih banyak yang memanggilmu
mungkin saja sewaktu waktu akan menjemputmu
sementara aku harus meminum air mataku.

Lampung Barat, 18 Januari 2019.


MENJADI SUNGAI

Mungkinkah aku reingkarnasi sungai?
Selalu mengalir ke tempat yang rendah
bertemu pada pulau yang angkuh.

Aku mengelilinginya
untuk sekedar menciptakan deru ombak
begitu kemudian kiranya ikan ikan
mengikutiku sampai ke tempatku berlabu
tempat menyembunyikan rahasianya masing masing.

Lampung Barat, 18 Januari 2019.


DI ATAS AWAN

Inikah mesin waktu?
yang seperti burung
berpindah dari dahan ke ranting.
Menjemput atau dijemput
oleh detik detik masa depan.

Lampung Barat, 18 Januari 2019.


Tentang Penulis:

M.Sarjuli, penulis ini tergabung dalam Komsas Simalaba, sekarang berdomisili di Lampung Barat.

Tidak ada komentar