HEADLINE

Dosa Besar Membiarkan Penderitaan Ayah Kandungmu

(Kisah nyata, liputan jurnalis simalaba.net)

Seorang perawat di sebuah Rumah Sakit, bertanya pada pasien, "Bapak Lendra, apakah didampingi oleh anak Bapak?"

"Tidak, Sus.." jawab pasien tersebut, dengan suara sangat lemah, sambil meringis menahan rasa sakit.

"Maaf, Pak, kami butuh tanda tangan dari keluarga terdekat Bapak sebagai pertanggung-jawaban sebelum dimulai tindakan operasi..!?"

"Ya. Ada ponakan saya, Sus. Biar ponakan saya yang tanda tangan sebab semua anak kandung saya tidak berada di sini."

Pasien tersebut kembali mengerang menahan rasa sakit yang begitu hebat menyerang bagian perutnya. Kondisinya nyaris kritis. Tubuhnya tinggal kulit dan tulang setelah sekitar 7 bulan terkapar sakit yang kronis.

Sebenarnya, pertolongan pada pasien ini nyaris terlambat, setelah ia beberapa kali pingsan. Nafasnya sempat kritis. Detak jantungnya lemah. Semua saudara dan keponakannya panik bukan main, sebab mereka tinggal di sebuah desa yang belum memiliki sarana pelayanan kesehatan yang memadai. Malam itu, ditambah hujan yang sangat lebat serupa diruntuhkan dari langit.

Atas kemuliaan hati seorang tetangga, mau memberikan pinjaman mobil, sehingga lelaki itu secepatnya bisa dilarikan ke sebuah Puskesmas di Kec. Sumberjaya-Lampung Barat. Tiba di Puskesmas pada tengah malam, selang-selang infus segera dipasang, tetapi rasa sakit yang menyerang pada bagian perutnya tambah hebat. Rasa sakit yang begitu dahsyat dan kondisi pasien yang semakin lemah sehingga petugas Puskesmas Sumberjaya terpaksa merujuknya ke Rumah Sakit Handayani, Kota Bumi-Lampung Utara. Tindakan operasi harus dilakukan secepatnya untuk menyelamatkan nyawa lelaki ini.

Awal mula sakit, lelaki malang ini, tinggal serta dirawat di rumah salah seorang saudaranya. Sebab, ia, yang tinggal di talang (area perkebunan kopi) jauh dari area pemukiman penduduk. Jalan berlumpur. Gubuk yang tua. Di sinilah ia tinggal. Jauh dari kata layak. Hidupnya berada di bawah garis kemiskinan. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari hari, ia bekerja serabutan sebagai tukang ojeg, membuat berangke atau gagang golok tentu penghasilannya sangat paspas-an.

Istri pertamanya meninggal dunia sekitar 30 tahun lalu, meninggalkan anak lelaki semata wayang, anaknya tersebut dirawat dan dibesarkan oleh mertuanya. Lelaki ini sempat menikah lagi beberapa kali, namun rumah tangganya selalu kandas, dari para istri tersebut ia dianugerahi beberapa anak lelaki dan perempuan yang kini semuanya telah dewasa. Mirisnya, ketika diberi kabar bahwa ayah mereka sedang sakit parah, anak anak tersebut tak ada satupun yang peduli. Bahkan menelephone pun tak ada yang mau. Alih alih menengok orang tua yang terkapar selama berbulan bulan, anak sulungnya malah membuat status umpatan yang naif di medsos.

Ia menyadari benar kesalahannya, karena sejak kecil anak anak itu tak dirawat dengan baik oleh tangannya sebab mereka semua memilih untuk tinggal dengan ibu mereka atau neneknya. Tetapi ia sendiri mengalami kehidupannya yang sulit, tinggal di pelosok jauh dari pemukiman penduduk, ia tak ingin anak anaknya ikut hidup susah. Bahkan ia pernah mengungkapkan, "Seandainya saya jadi orang kaya, tak mungkin saya tak memperhatikan anak anak saya.."

Tuhan telah mengatur hidup ini sedemikian rupa. Sebagai manusia, kita hanya bertugas menjalaninya dengan ikhlas, dengan prasangka yang baik. Pengaruh pikiran negatif bisa saja datang dari orang orang terdekat kita, bisa juga datang dari diri sendiri sehingga kita jadi apatis pada orang tua kandung kita sendiri. Tetapi apapun alasannya, ayah tetaplah ayah kita. Tanpa ayah, tanpa ibu dan tanpa ridho Allah tak mungkin kita bisa hidup di atas bumi yang fana ini. Masa lalu mereka saat mereka berumah tangga, itu urusan mereka, kita anak anak tak berhak menghakimi nasib ini. Sungguh sebuah dosa, anak anak yang tertawa tawa riang, padahal tau ayahnya sedang sakit parah. Sungguh memalukan, menyaksikan anak anak yang pesta pesta makan di warung soto, direkam video serta diunggah di medsos, sementara orang tuanya tergeletak kurus kering menahan rasa sakit. Tega tak menyempatkan waktu sekedar menelephone, apalagi untuk menengok. Sangat miris..

Tetapi atas sumbangan dari saudara saudaranya, alhamdulillah, lelaki ini telah menjalani operasi besar yang menelan biaya puluhan juta rupiah dengan lancar. Kondisinya kini berangsur angsur pulih. Ia berharap, kedepan bisa hidup lebih baik serta diberikan hidayah dari yang maha kuasa. Semoga semua peristiwa ini bisa ia tarik hikmahnya.

Tidak ada komentar