HEADLINE

MELUKIS WAJAH_Puisi Puisi Muhammad Rifki (Sastra Harian)

Redaksi Simalaba menerima tulisan puisi (minimal 5 judul), cerpen dan cernak (minimal 4 halaman A4) esai, opini, artikel dan liputan kegiatan yang sesuai dengan visi dan misi media Simalaba untuk dipublikasikan setiap hari (selain malam minggu) 
kirim karyamu ke e-mail : majalahsimalaba@gmail.com
Beri subjek SASTRA SETIAP HARI. Program ini untuk memberi ruang bagi sahabat pemula Dalam dunia sastra agar tetap semangat berkarya (Belum berhonor)
Redaksi berhak menyunting naskah yang masuk tanpa mengurangi maksud dan isi dari tulisan.


MELUKIS WAJAH

izinkan aku melukis wajahmu
di atas kanvas hujan
menuruni tiap garis wajah
titik yang memanjang dari rambut
menuju ruas-ruas sunyi
di dasar dangkal hatimu

gelap itu seketika mengendap
ke dalam tinta lukis airmata
warna wajahmu jadi kelabu
cahayanya luntur
berubah abu-abu

lalu kulukis telingamu
hidungmu, mulutmu
sampai utuh tubuhmu
kecuali
matamu


Desember, 2018


SIMBOL


Seberapa banyak simbol-simbol tumbuh liar
Berakar di rumah pepatah tua
Lalu agama menciptakan tuhannya
Suatu hari diperanakan
Dari rahim interaksi buta
Saling bertanya ‘ini kemenakan siapa?’
Penyembah bayi dari tokoh dalam kepala
Bisa jadi sewaktu-waktu bayi itu durja
Ia mengaku bapak dari induk tuhan
Yang diciptakan penyembahnya

Sejak itu mereka tengah bicara
Siapa lagi yang jadi tuhan berikutnya
Atau sekedar simbol semata

Mei, 2019


PERPISAHAN ITU TAK PERNAH ADA
Teruntuk dosen tercinta kami, Ibu Cahya Buana

Benarkah tumbang sudah mekar khabar dari induk mubtada
Sesiar kabar fail berpulang meninggalkan maf’ul
Atau malah kita lah melupakan pepata lama 
Kenangan di secarik kertas terbenam
Maka anak mana tak tau diri
Melupa ibu yang mengasuhnya?

Terkenang remah-remah tawa di pucuk lelah
Senyummu mengembang meski hujan tak mengerti
Kemana memulangkan gerimis
Yang sempat cair di pelupuk mata

Kami adalah derit pintu yang berdenyut takut bilamana bersikejar salah
Adalah reranting rapuh yang sesedia kau pungut
Meski acapkali lelaku kami melukai
Reracau kata serupa langit retak
Oleh gemuruh-gemuruh
Semoga maaf masih sempat tersurat

Alangkah teduh senyummu
Adakah senyum yang lebih kami rindui selainmu?


Mei, 2019



MAWAR ITU DIRIMU

Teruntukmu yang tengah dirundung sedih, C.

Bilamana hari itu kau tiba di persimpangan
Kehilangan alamat untuk pulang
Orang-orang malah memberimu potongan luk4
Kabar itu harusnya tak pernah tiba
Merundung lalu malam terasa sangat dingin

Harusnya sekali lagi tak ada yang memberimu luk4 berikutnya 
Sakitnya bertumpuk menyesaki
Bersarang memenuhi kelopak matamu hingga perih
Mel, hentikan cair matamu!

Usai menciumi hari-hari penuh abu
Kulihat mekar tumbuh berkelopak merah
Ranum serta harum
Mawar itu adalah dirimu
Tumbuh di tengah tandus resah

Lantas, pelangi mana yang tak memperebutkanmu?


Mei, 2019


SI BISING

Siapa peduli gemerutuk rusuh abang tadi
Mimpinya terusik setelah petasan pertama pecah
Di kali kedua teriakan emak dari dalam rumah
Hei, dilarang mencuri bunyi darinya

Berisik itu tak sekedar beradu dengan cuping ilalang kota
Tak mengapa ramah tamah berbuah murka
Berdesir menangkap si bising siang-siang

Tadi ia buyarkan
Menganggu abang yang sempat mengolah gambut rawa menjadi bukit padi
Atau sebagai pengantin dalam lakon mimpi
Pemimpi-pemimpi saja
Setidaknya abang tentu lebih mengerti
Hidup tak sekedar menaiki gunung khayalan
Semata

Mei, 2019


Tentang Penulis:

Muhammad Rifki, mahasiswa Fakultas Dirasat Islamiyah, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta serta mahasantri Ma’had Qalbun Salim Lil Aimmah Wal Khutaba’.Tulisannya berupa cerpen dan puisi juga dimuat di berbagai media, baik offline maupun online.


Tidak ada komentar