HEADLINE

SEPOTONG KAYU _Puisi Puisi Maula Nur Baety

Redaksi Simalaba menerima tulisan puisi (minimal 5 judul), cerpen dan cernak (minimal 4 halaman A4) esai, opini, artikel dan liputan kegiatan yang sesuai dengan visi dan misi majalah Simalaba untuk dipublikasikan setiap hari (selain malam minggu) 
kirim karyamu ke e-mail : majalahsimalaba@gmail.com
Beri subjek SASTRA SETIAP HARI. Program ini untuk memberi ruang bagi sahabat pemula Dalam dunia sastra agar tetap semangat berkarya (Belum berhonor)
Redaksi berhak menyunting naskah yang masuk tanpa mengurangi maksud dan isi dari tulisan.




SEPOTONG KAYU 


Kakek berhenti!
Kesal gadis kecil yang tak lain
cucu sorangan.
Lihatlah... tangan tangan Kakek,
sudah nampak tulang belulang
sementara seikat kayu ini harus
kita angkut dengan menaiki tangga.
Lelah lelahlah, Kek.
Biar saja aku yang menyanggulnya
mencari tetes keringat.
Berbaringlah dan nikmati,
mentari yang malu malu dari sela awan.
Sepotong kayu ini, telah mengering
tanpa basah gerimis kemarin.
Tak akan seberat pahit kehidupan.

Jakarta, 20 April 2019.


AKU JATUH CINTA 

Aku jatuh cinta.
Sejatuh-jatuhnya.
Secinta-cintanya.
Aku jatuh pada karena cinta,
terduduk menangis di pojok kamar.
Aku cinta pada karena patah hati,
memandang semua sama rata dan hanya
kekosongan pada jalan pikir akan tetapi,
menikmati waktu sunyi merambat ulung hati
sementara sekitar riuh tiada tara.
Di pertengahan jalan, aku jatuh cinta
pada kehidupan bahagia lalu kemana? Bahagia
itu dan kapan menyertai hidupku hingga cinta itu
adil.

Jakarta, 20 April 2019.



TAWA YANG LANGKA

Laungan lantang Nenek
menggema seisi rumah kecil,
ia mengkumandangkan perintah
pada cucu yang tak lain aku seorang.
Ia cerewet. Aku berdosa itu mengatainya,
namun rindu itu terasa pada bentuk celoteh
kesalnya. Sebab, ia sayang pada cucunya.
Langkah sang cucu selalu beserta doanya.
Dan, tawa langka tanpa ; Nenek.

Jakarta, 20 April 2019.



RINDU 

Aku rindu padamu kekasih hati.
Serindunya setiap hela napas,
setiap pemikiran akan memasak apa.
Rindu sipat menyebalkan yang paten
dalam dirimu, rindu suara sumbang
nyanyianmu.
Rindu petikan tersendat-sendat senar
gitarmu. Lalu, aku menitip pada udara dan
bintang bahwa aku merindukanmu.
Merindukan setiap menit genggaman tangan,
menit dekapan.
Ah... tenang saja, rindu ini hanya aku pemiliknya.

Jakarta, 20 April 2019.


Tentang Penulis : 

Maula Nur Baety lahir di Brebes, Jawa Tengah. Kelahiran 20 Juli 1996. Berdomisili Jakarta Utara.

Tidak ada komentar