HEADLINE

MENCINTAIMU LAGI_ZHEE LALUNE




Aku ingin semua orang membaca apa yang kutulis, terutama untuk mereka yang sudah menikah. Agar mereka dapat merenungkan kembali ketika sedang mengeluh tentang gaji yang tak cukup, atau tentang biaya sekolah anak yang buat suami dan istri saling tidur dan membelakangi, atau tentang ibu mertua yang culas sehingga membuat kita para istri ikut membenci suami yang tak mungkin lebih memilihmu dibanding seorang tua yang hidupnya mungkin tak akan lama, seorang tua yang hidupnya dihabiskan untuk memebesarkannya. Karena seharusnya kita sadar, ketika kita memiliki seorang putra maka kita akan jadi sama seperti ibu mertua. Jabatan dan kedudukannya, walau aku yakin kita akan belajar dari culasnya dia dan menjadi lebih baik dari dia. 

Walau itu adalah tugas seorang ibu. Walau dia sadar ibunya seorang culas, dan ingin melindungimu, tak mungkin ia kibaskan tangan terhadap ibunya sendiri. 

Aku ingin kalian dapat membaca ini, dan berpikir kembali, apakah kalian masih mencintai pria yang kini mungkin membuat kalian lupa untuk tersenyum, dan lupa untuk bahagia, membuat kalian ingin pergi dan bersenang-senang., membuat kalian sadar betapa banyak peran suami pada kulit wajah yang mulai mengerut, pori-pori membesar, dan membuat kita justru lebih memilih membeli susu dibanding cream wajah yang mahal. Membuat kita lupa apa arti dan inti dari perawatan wajah yang hakiki dan penting untuk seorang perempuan. Membuat kita lupa bagaimana rasanya berdebar-debar, bagaimana rasanya grogi ketika dia merangkul bahumu, lupa bagaimana istimewanya kita ketika pria yang kita cintai dan mencintai kita menggenggam jemari kita dengan hangat, karena memilikinya bukan lagi suatu keistimewaan, karena menjadi istrinya bukan lagi sebuah piala. Karena mendapatkan hati pria yang kalian puja bukan lagi hal yang medebarkan. 

Melainkan hidup bersamanya adalah sebuah kebiasaan. Bangun dan mendapatinya di sampingmu bukanlah sebuah hal yang membuat kalian tersenyum semalaman karena kalian tahu besok kalian akan melihatnya lagi, dan esoknya lagi, hingga esoknya lagi, hingga kalian saling diam. Saling jenuh. Dan mulai mencari situasi baru. Alih-alih membahagiakan diri sendiri, semua kalian lakukan untuk anak, demi anak, dann semuanya tentang anak. 

Aku ingin kalian membacanya dan kemudian mulai menyisihkan lima waktu untuk berpikir tentang dia dan ‘kita’(suami istri) bukan hanya diri sendiri atau anak. Lima menit untuk mengirim puisi dari google. Sambil mengatakan i love u. Sebuah kalimat yang sudah kalian rasa biasa, aku harap dengan membaca ini, kalimat i love u adalah kalimat luar biasa yang akan membuat kalian bahagia dan kembali berdebar. 

Aku ingin meminta waktu lima menit kalian yang berharga, untuk kembali pada masa parfum yang tak kenal mahal, atau tentang model baju yang tak ketinggalan. Aku ingin kita dapat kembali ke tahun-tahun dimana rambut yang indah sering kita gerai di depannya. Yang sekarang selalu kita gulung karena panas harus mengurus anak. Tapi dapatkah kalian tahu sobat? Jangan jadikan anak sebuah penghalang untuk mencintai suami kita lagi. 

Anak bukan sebuah penghalang untuk membuatmu merasa berdebar ketika dia memelukmu. Percayalah, ribuan wanita ingin menempati posisimu. Ribuan wanita hatinya patah karenanya. Beberapa wanita yang ia tinggalkan untuk menikahimu., 

Jadi mari baca kisahku, aku ingin kembali ketika timbangan 48 kiloku. Ketika aku masih sering tertawa tanpa memikirkan susu anak. Aku kembali ketika yang ada hanya aku dan kembali mencintai suamiku. 

Aku melihatnya pertama kali di kampus, sikap dinginnya yang keren, sikap cueknya yang membuatku justru berdebar-debar. Wangi parfumnya yang membuatku tersenyum. Otaknya yang encer yang membuatku bangga. Dan motor gl pro hitam yang selalu ingin kukuasai. 

Dia idola para gadis, tak bisa kupungkiri hal itu, kenapa? Karena kuakui dia memang pria hebat yang pernah kutemui. Sikap dinginnya membuatku tersanjung. Dan ketika dia melihat ke arahku melambaikan tangan percayalah itu sama seperti namamu yang disematkan dalam puisi-puisi romantis ala pria tua sapardi. 

Dan kemudian aku berpikir “ah! Dia pria yang tepat. Aku akan mencintainya, dan memilikinya, membuatnya bahagia, dan membaut diriku pun bahagia”.

Memenangkan hatinya hingga membuat semua wanita menjadi iri adalah mimpiku, dan kemudian pada akhirnya aku dapat meuwujudkan mimpi dan kami menikah. Memiliki anak yang kini tumbuh menjadi remaja. Menjalani rumah tangga yang kadang terombang-ambing membuatku merasa frustasi. 

Pakaianku tak pernah mengikuti mode, jangankan mode, pakaianku bahkan tak pernah rapi. Minyak wangiku tak pernah kubeli, dan rambutku yang biasa kugerai terasa lebih nyaman ketika kugulung ke atas. Tak ada yang indah setelah menikah. Semuanya menjadi hal biasa.

Biasa dicium, biasa melihatnya, biasa tidur bersama, biasa untuk saling bertatapan, biasa berjalan berdampingan. Hal-hal yang istimewa itu menjadi kebiasaan yang membuat aku lupa bagaimana rasanya jatuh cinta. 

Aku dan suami bertahan demi anak-anak. Menjaga keutuhan rumah tangga demi anak-anak, semua demi anak tanpa pernah kami berpikir untuk diri sendiri. hingga aku berpikir, jika suatu saat anakku tahu aku mengorbankan emosi amarah juga segala-galanya betapa terbebaninya anakku. Betapa dia akan menangis dan meminta maaf karena dirinya aku berkorban begitu banyak.

Cinta? Dalam pernikahan kau tak dapat makan dengan cinta. Berbeda dengan ketika pacaran. Cinta? Itu adalah point utama, ketika dia mencintai kita rasanya sama seperti kita tak perlu makan berhari-hari, jika ingin kenyang kau tak perlu membeli beras untuk makan, rasanya angin pun dapat mengenyangkan. Namun kita bahagia. Hanya dengan dirinya kita akan dapat selalu bahagia. Dapat dicintai oleh dia rasanya seperti menjadi juara di antara wanita-wanita cantik di kampus

Seperti itulah pernikahan dan pacaran di mata manusia. Hingga kemudian kita menjadi wanita yang selalu mengeluh, yang tak mengurus diri, yang kemudian lupa menghargai diri kita sendiri dan kemudian mengatasnamakan anak.   

Suatu malam aku justru berpikir, kenapa aku bisa mencintai suamiku? Sikap dinginnya membuatku tersinggung, sikap cueknya membuatku kesal, wangi parfumnya? Dia tak pernah lagi memakai parfum, hal yang paling mengesankan adalah ketika aku tahu bahwa parfum adalah sebuah tameng dari kalimat ‘belum mandi’. Setelah menikah aku baru tahu bahwa suamiku jarang mandi, dia bisa selama tiga hari tidak mandi, sehari sekali saja sudah sangat bersyukur. Dia tidak pernah memakai pakaian yang rapi di rumah, selalu bertelanjang dada dengan celana pendek sambil kadang berjoget di depan anak-anak hingga mereka tertawa terbahak-bahak. Jauh dari kata keren yang selalu aku ucapkan seperti penjual obat.

Tak jarang suamiku sering bercerita lucu dan berbau p*rn* lalu kemudian aku bertanya pada diriku sendiri bagaimana bisa aku mencintai pria ini? pria yang otak encernya tampak biasa bagiku. Motor gl pronya tak memuaskan di mataku. 

Sekali lagi, suamiku berkelakar sambil tertawa dan memakan santai di atas tempat tidur sambil menulis laporannya. Dan Sesekali aku menatap suamiku dengan ponsel di tangan. Dan kemudian bertanya, apa yang kusukai dari pria ini? semua yang luar biasa tampak biasa saja. 

Setelah menikah aku baru sadar, dia tak serapi yang kukira, dia tak sebersih yang kubayangkan dia tidak sekeren yang kuingat. Dan kemudian aku tersenyum. 

Aku duduk dan kemudian menggerai rambutku mengganti bajuku dengan tanktop dan celana pendek, kemudian menemainya menulis laporan. Ketika suamiku menatapku, ketika itu pula aku kembali mengingat perasaan dulu yang pernah tertinggal bersama waktu di belakang. 

Perasaan yang sudah tak pernah kusyukuri karena telah menajadi bagian dari hidupnya. Dan aku bersyukur dia menikahiku. 

Jika saja dia lebih mencintai wanita-wanita yang pernah dekat dengannya ketimbang diriku. Mungkin anak-anak ku tidak akan pernah lahir. 

Memikirkan wanita lain yang akan menyaksikan sikap santainya. Dengan santai membelai rambutku, dengan santai berkelakar tertawa sambil makan, dengan santai malas mandi dan lebih memilih berselonjor di depan tv dengan boxer, dengan santai saling menggenggam jemari, dengan santai mengecup bibir, dengan santai tertawa dan menyaksikan betapa tidak kerennya dia. Aku akan menangis dan menyesal. Meratapi nasib karena aku tak dapat bersamanya. 

Dan kemudian aku sadar. “ah. Ternyata aku masih mencintainya” melihat betapa suamiku begitu dengan santai memperlakukan aku seakan-akan aku adalah bayangan dirinya. Dan bersusah payah mencari uang yang jarang kusyukuri sebelum lebih banyak mengeluh karena semua bahan rumah tangga naik membuatku tersenyum, seperti itulah cara kerja hidup. Mempermainkan emosi manusia tanpa pernah sadar bahwa suami adalah pria pilihan kita. 

Suami adalah pria yang dulu hari ini dan besok akan kita puja. Amarahnya untukmu adalah hal yang biasa dan harus dirimulah yang dapat meredakannya, ciumannya masih terasa istimewa jika kau selalu menciumnya ketika bangun tidur. 

Dan kemudian aku mengingat alasan aku mencintainya dulu. 

Jawabannya?

Tidak ada.

Tak ada alasanku untuk mencintainya.

Hanya terjadi seperti itu.

Aku mencintainya dan dia juga mencintaiku. 

Tidak ada komentar