HEADLINE

MENYAKSIKAN KELETIHAN EVENT EVENT KESUSASTRAAN TANAH AIR SAAT INI_Oleh Redaksi Simalaba


Seperti juga tubuh yang mencoba terus berjalan, keletihan bisa menemui setiap sendinya. Sebab, sejatinya, berjalan itu tidak hanya membutuhkan sebuah energi tetapi juga membutuhkan seperangkat motivasi. Lalu motivasi seperti apa? Tentu saja sebuah motivasi yang besar, mesti dimiliki oleh setiap zat yang berjalan, bergerak, berangkat dan berpindah diri ranah ke ranah.

Demikian pula dengan perjalanan event-event kesusastraan tanah air kita saat ini. Redaksi Simalaba mencatat ada semacam keletihan, terutama dalam limit dua (2) tahun terakhir. Sejumlah komunikasi kecil coba kami jalin dengan panitia pelaksana (meski tak semuanya) yang menghasilkan jawaban serupa 'menurun' peminat atau peserta dalam sejumlah gelaran sastra di tanah air, baik yang berskala lokal, maupun dengan label nasional.

Dalam sekelumit catatan redaksi atas kancah kesusastraan kita saat ini pula kami melihat ada sejumlah (hajat) yang diselenggarakan para pegiat seni kata kata yang berujung sumbang. Mengapa bisa demikian? Mari simak uraian ringkas berikut ini:

Kita mulai pada pertengahan tahun 2008 lalu, dipelopori oleh seorang sahabat bernama Dimas Arika Mihardja (almarhum) berkolaborasi dengan sejumlah pegiat sastra Jambi mendapat dukungan penuh pemerintah melalui Dinas Pariwisata Provinsi Jambi  lahir dan terselenggaralah TSI (Temu Sastrawan Indonesia 1) yang kemudian dikenal dengan TSI 1 JAMBI. Pada event ini sejumlah penyair dan Cerpenis terlibat dalam sebuah wahana diskusi panjang serta perdebatan hangat yang membuat semua insan yang terlibat merasa bahagia. Moment ini kemudian menghasilkan dua buah buku berjudul TANAH PILIH (Kumpulan Puisi) dan satu buku lainnya SENARAI BATANG HARI (Kumpulan Cerpen). Redaksi ingin sekali menyebut nama nama yang terangkum dalam buku ini dengan tujuan untuk bernostalgia karena sejumlah nama dalam TSI 1 Jambi tahun 2008 ada yang masih bertahan hingga saat ini, namun juga banyak nama yang kemudian hilang tak pernah terlibat lagi pada berbagai buku antologi yang lahir belakangan hari. Mereka adalah; Acep Syahril, Afrion, Ahda Imran, Ali Syamsudin Arsi, Amien Wangsitalaja, Amril Canhras, Anggie Sri Wilujeng, Anwar Putra Bayu, Asep Sambodja, Aslan A Abidin, Asro Almurthaway, Badarudin Emce, Bambang Widiyatmoko, Binhat Nurruhmat, Chairian Hafzan Yurma, Chory Marbawi, D Kemalawati, Dahta Gautama, Dedi Apriadie Raswin, Diah Hadaning, Dianing Widya Yudhistira, Didin Siroz, Dimas Arika Mihardja (almarhum), Din Saja, Dino Umahuk, Dinullah Rayes, Doel CP Allisah, Edy Samudra Kertagama, Eem Yogiswara, Endang Supriadi, F Monthana, Fakhrizal Eka, Firdaus, Gita Romadhona, Hasan Albanna, Hasan Asphani, Hasan Bisri SFC, Heri Maja Kelana, Hoesnizar Hood, Khusnul Huluqi, Iif Ranupane, Iriany R Tandy, Isbedy Setiawan ZS, Iswadi Pratama, Iyut Fitra, Jajang R Kawentar, Koko P Bhairawa, L.K Ara, M Raudah Jambak, Mardi Luhung, Marhalim Zaini, Micky Hidayat, Nanang Suryadi, Riduan Hamsyah, Rahmad Sanjaya, Ramayani, S Ratman Suras, S Yoga, Shanti Net, Sihar Ramses Simatupang, Sindu Putra, Sosiawan Leak, Suharyoto Sastro Suwignyo, Suyadi San, Syaifudin Gani, Titas Suwanda, Tjahyono Widarmanto, Tjahyono Widijanto, Viddy AD Daery, Wayan Sunarta, Wijang Wharek AM, Yopi Setia Umbara, Yusri Fajar, Yvonne De Fretes

TSI 1 Jambi menandai besarnya ketertarikan kita pada dunia event sastra tanah air sepuluh tahun lalu, hal ini tercermin dari tidak hanya maraknya peserta pada perhelatan tersebut, tetapi TSI menimbulkan asa yang berkesinambungan sebab TSI juga berlanjut ke episode 2, 3 dan seterusnya berlangsung di sejumlah daerah lain yang bertindak sebagai tuan rumah. Tetapi kemudian momentum ini terhenti oleh sejumlah penyebab yang tak dapat diuraiakan di kemudian hari.

TSI, bukan yang pertama, karena sebelumnya sudah ada MIMBAR PENYAIR, DNP (Dari Negeri Poci) dan belakangan juga ada TN (Tifa Nusantara) serta PPN (Pertemuan Penyair Nusantara), dll. Dalam catatan redaksi Simalaba, Dari Negeri Poci saat ini sudah memasuki edisi yang ke-sembilan (9) kalinya. Sedikit kita buka kenangan dua tahun lalu, DNP 7 ketika perhelatan di gelar di Kota Tegal, Jawa Tengah, selain dimeriahkan dengan sejumlah pagelaran serta orasi budaya yang tak kalah pentingnya momentum ini menghasilkan sebuah buku antologi puisi berjudul NEGERI AWAN, sangat menarik perhatian kita karena data yang sempat dikirim oleh panitia ke redaksi Simalaba waktu itu menyebutkan bahwa seleksi peserta yang sangat pantastis, yakni berjumlah di atas 2000 peserta sementara yang dimuat kurang dari 10% nya. Berlanjut pada DNP 8 yang juga dihelat di kota yang sama menghasilkan sebuah buku yang tak kalah tebal berjudul NEGERI BAHARI, tetapi peserta yang mengirimkan karya menurun separuh dari jumlah peserta pada DNP 7. Hingga memasuki DNP 9, menurut salah seorang sumber, peserta yang mengirimkan karya tidak sampai 800 penyair. Sungguh sebuah statistik yang bergerak ke bawah secara signifikan.

DNP, bukan pula satu-satunya yang terjerat dalam catatan kami, ada juga Tifa Nusantara (TN) yang terakhir dihelat Tifa Nusantara 3 pada 2016 lalu di Kota Marabahan, ibu kota Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan Selatan. Pada event ini jumlah peserta yang mengirimkan karya juga cukup pantastis, ribuan penyair dari segala penjuru tanah air. Pelaksanaan Tifa Nusantara 3 di Kalsel menghasilkan buku berjudul IJE JELA terbilang sukses selain memperkenalkan Borneo sebagai tanah seribu sungai serta memperkenalkan para penyair dari berbagai pelosok tanah air, para penyair saling tatap tidak hanya melalui indahnya silaturahmi tetapi lebih pada indahnya keberagaman karya. Sayangnya, seperti juga event-event sastra tanah air lainnya TN juga mengalami kelesuan peminat, ini terbukti dengan rencana gelaran TN 4 yang tak kunjung terlaksana dan tentunya juga mulai sepi peminat.

Kita tidak hanya mencatat TSI, DNP, TN, PPN (Pertemuan Penyair Nusantara 10 digelar di Banten tahun 2018, diikuti 5 negara) sebagai event yang mulai kehilangan peminat tetapi sejumlah event-event kesusastraan yang digelar sejumlah daerah seperti KRAKATAU AWARD, BANJARBARU RAINY PESTIVAL, dan sejumlah lainnya juga berjalan dengan stagnan, tidak terkecuali 'mini event' yang coba dikemas oleh media Simalaba sendiri. Tentu yang jadi pertanyaan besar kita adalah; apakah gerangan yang sedang terjadi? Awal 2016 lalu dunia literasi tanah air terlihat cukup gegap gempita dengan banyaknya para pendatang baru dalam jagad seni kata kata kita. Dua tahun lalu kita sama sama gembira menyaksikan gemerlap hajat sastra di gelar oleh banyak daerah serta tumbuhnya kantung-kantung seni berupa komunitas serta forum diskusi di sejumlah kota. Tapi saat ini semua tiba tiba redup kembali. Kita sangat berharap regenerasi terus hadir di tengah tengah kita sehingga dunia sastra kita tetap hidup dan berpenghuni. (Crew Redaksi)

Tidak ada komentar