HEADLINE

SETELAH KEPERGIAN_Puisi Puisi WT (Sastra Harian)

Redaksi Simalaba menerima tulisan puisi (minimal 5 judul), cerpen dan cernak (minimal 4 halaman A4) esai, opini, artikel dan liputan kegiatan yang sesuai dengan visi dan misi majalah Simalaba untuk dipublikasikan setiap hari (selain malam minggu) 
kirim karyamu ke e-mail : majalahsimalaba@gmail.com
Beri subjek SASTRA SETIAP HARI.
(Belum berhonor)
Redaksi berhak menyunting naskah yang masuk
tanpa mengurangi maksud dan isi dari tulisan.

SETELAH KEPERGIAN

Setelah kepergianmu
Aku telah jatuh cinta pada hujan
Ia mengajarkan banyak hal
Dan puisi adalah kawan curhat paling karib

Aku selalu yakin
Di balik hujan ada tunas yang bersemi
Kini lebih sering aku merindukannya
Dari pada kesepian tanpa kekasih

Pada hujan aku menanam asa
Semoga lekas tiba di titik jumpa
Membasu punggung ladang
dan sabana yang kerontang

Pada hujan aku meringkus aksara
Lalu puisi yang membacakannya

(Pajinian, Oktober 2018)


KITA BEGITU BERBEDA

Kau anak kota
Sedang aku anak kampung
Kau hidup dari perut pabrik
Sedang aku berharap dari ladang

Bagimu hujan adalah musibah
Bagiku hujan adalah rahmat
Bagimu hujan adalah duka
Bagiku hujan adalah berkah

Hujanmu yang menggenang banjir diliput
Mata dunia dibanjiri air mata
Kemarauku yang ranggas itu luput
Dunia tak pernah tahu

Kita tinggal di negeri yang sama
Namun kenapa kita begitu berbeda
Siapa yang salah, dan siapa yang benar
Kotamu dan kampungku; kau atau aku

(Pajinian, Oktober 2018)


MIMPI 

Di penghujung malam
Aku bermimpi tentang hujan
Pagi-pagi buta aku menjenguknya
Di luar rumah tak ada apa-apa

Tanah tandus masih menganga
Seperti biasanya
Rindu semakin membunca
Apalah daya mimpi hanyalah mimpi

(Pajinian, Oktober 2018)


HUJAN 

Hujan tak pernah menyangkal
Tentang langit yang gunda
Jujur menumpahkan rerinai

Seperti kelopak matamu kini
Hujan pelan-pelan jatuh
Mengisahkan kegelisahan hati

Setiap rintik yang singgah di kepalaku
Menjelma butiran embun imaji
Lalu kukemas menjadi puisi

(Pajinian, Oktober 2018)


M4BUK

Di sore itu
Seiring senja meranum jingga
Saat rengsa menohok penutup air matamu
Kulihat tetesnya serupa buih bir dan anggur
Aku m4buk tanpa pernah meneguknya

(Pajinian, Oktober 2018)


Tentang Penulis

WT,Penikmat sajak. Lahir dan tinggal di Adonara, Flores Timur, NTT
Alumni UVRI Makassar 

Tidak ada komentar