HEADLINE

Edisi Senin, 18 September 2017_ Cerpen Ari Vidianto (Lumbir)_AZAB UNTUK PAK KIR


         Sehabis shalat isya aku bertamu ke rumah orang paling kaya di desaku. Setiap kali aku ke rumah orang ini tak pernah sekali pun disuguhkan makanan, dia hanya duduk manis sambil bincang-bincang denganku tanpa menatap. Entah apa yang dia pikirkan sampai-sampai aku geram dengan ulahnya yang semakin tak karuan. Kalau saja bukan karena ada kepentingan yang amat mendesak aku tidak sudi menemui orang ini. 

     Pak Kir, begitu lah orang-orang memanggilnya. Nama aslinya sebetulnya Kardi. Karena dia sangat kikir maka dia mendapat julukan Pak Kir. Sudah sepuluh tahun lebih dia menempati desa ini. Entah dari planet mana sampai orang ini mendekam di desa kami. Kelakuannya jadi perbincangan desa kami, dia seperti selebriti yang sedang naik daun. Begitu pula dengan istri dan anaknya tiap hari pergi ke mall, belanja tiap hari menghamburkan uangnya Pak Kir. Walaupun setiap hari ke mall dan menghambur-hamburkan uang kehidupan mereka tetap sama tidak kekurangan apa pun. 

    Harta Pak Kir melimpah, bisa untuk tujuh turunan. Konon katanya Pak Kir dapat warisan berhektar-hektar tanah dari orang tuanya. Sungguh membuat orang iri karenanya. Mobilnya ada tiga, motornya empat, pembantunya lima. Tetapi pembantu mereka hanya bertahan seminggu, karena Pak Kir terkenal kikir alias pelit. Semua warga desa di sini sudah tahu perilaku Pak Kir.

        “ Pak, mau nyumbang apa engga?” tanyaku.

       “ Engga!!”

      “  Oh, ya sudah. Saya permisi saja,”

      “ Ya sudah sana pergi!!”

     Dengan seenaknya dia menyuruh aku pergi, seolah-olah aku nyamuk yang dari tadi mengganggunya . Untung aku tadi tidak di semprot obat p3mbunuh nyamuk. Kalau tadi aku di semprot mungkin aku sudah pingsan dan mulutku berbusa karena r4cun yang terdapat di obat penyemprot nyamuk itu.

      Dengan hati yang dongkol aku melangkah keluar dengan gontai, orang kok pelit amat ya? Di minta sumbangan untuk masjid susahnya minta ampun. Dari dulu sampai sekarang sifatnya tidak berubah.  Bertamu sampai dua jam tidak ada hasil apa-apa, apa yang harus kukatakan pada ayahku. Ayahku menjadi pengurus takmir masjid di desa ku. Mesjid tersebut sudah harus di perbaiki, di sana sini banyak kayu yang sudah lapuk. Warga-warga merasa tidak nyaman shalat di sana karena takut tiba-tiba atapnya roboh dan menimpa mereka semua.

      Di tengah perjalanan semua orang nampak seperti Pak Kir , wajah orang yang sangat kubenci. Ingin kuhajar dia sepuas-puasnya. Mungkin sampai dia masuk ke rumah sakit sehingga dia mendapatkan hidayah dan melakukan ‘ TAUBATAN NASUHA’. Aku masih bingung bila sampai di rumah nanti mau bilang apa ke ayah. Rasa pusing ini sampai empat belas keliling, butuh obat sakit kepala yang ampuh dan manjur. Mungkin satu kali minum bisa sampai sepuluh butir biar aku langsung overdosis. Padahal Pak Kir salah seorang warga desa yang paling tajir, tetapi dia pelit bukan main. Barangkali ada setan yang mempengaruhinya. Mungkin ada seratus setan yang mengontrol hatinya.Memang Pak Kir jarang sekali ke masjid dan ikut pengajian-pengajian rutin di desaku. Dia tidak mau bergaul dengan warga desa. Dalam kepalanya mungkin dia pikir di dunia ini tidak ada aturan hidup di masyarakat kali ya? Aku harus mencari donator ke mana lagi. Bingung-bingung kepalaku bukan main. Yang ada di saku bajuku, uang donator yang selama aku keliling desa cuma dapat dua juta. Belum cukup untuk beli bahan-bahan bangunan dan lain-lainnya.

                                                                    ***

      “ Kamu gagal lagi ya? ” begitu kata ayah 

     “ Ya begitulah Yah,”

     Tanpa banyak berkata ayah langsung pergi meninggalkanku, aku pun masuk ke kediamanku. Kamar kecil yang menjadi saksi perenunganku sepanjang hari. Tempat yang nyaman buatku tidur sepanjang hari. Badanku pun lelah, berjam-jam bertamu di rumah Pak Kir tidak dapat apa-apa, karena pulang dengan tahan hampa. Di kamar ini sendirian. Aku belum menikah, padahal usiaku sudah dua puluh tujuh tahun. Sudah sering ayah memintaku membawakan calon menantunya tetapi aku hanya cuek-cuek saja. Tanpa menunggu lama,mataku langsung terpejam. Tak perlu minum obat tidur. Aku sudah terbawa mimpi di dalam tidurku dengan selimut  tebal yang menghangati tubuhku yang kedinginan. 

                                                             ***

             “ Fi…Yaafi! Ayo bangun! Salat shubuh dulu,”

             “ Ya, yah!

            Tanpa menunggu lama aku segera bangun dan berwudhu. Setelah itu kami pun menuju ke masjid untuk menjalankan shalat shubuh.

            “ TIIIN-TIIINNN!!”

           Tiba-tiba ada mobil melaju dan hampir menabrakku!

           “ Minggir kau!”

           Begitu kaca di buka ternyata Pak Kir dan keluarganya yang berada di mobil itu. Istri dan anaknya masih tertidur.

           “ Mau kemana pak?” tanyaku.

           “ Orang kaya ya mau jalan-jalan dulu. Memangnya kamu orang miskin?” begitu ucap Pak Kir padaku.

          “ Aku tak mau lama-lama berbicara denganmu, dasar pengganggu!” gertaknya. Dia dan keluarganya segera melesat jauh meninggalkannku. Aku hanya mengelus-elus dada.

           “ Astagfirullahaladzim…” ucapku.

                                                                      ***

          Di masjidku setiap habis shalat shubuh pasti ada kultum. Saat kultum, penceramah membicarakan tentang bahaya orang yang kikir. Tiba-tiba…

          “ Kebakaran-kebakaran!! Rumah Pak Kir kebakaran!”  terdengar orang-orang berteriak-teriak. Aku dan semua orang yang berada di masjid segera keluar dan berlarian menuju Rumah Pak Kir. Sesampainya di sana, seisi rumah Pak Kir sudah ludes di lahap si jago merah. Entah apa yang menyebabkan kebakaran di rumahnya Pak Kir. Tidak ada orang pun yang tahu. Dan semua barang-barang berharga di dalmanya tidak ada yang bisa di selamatkan. Selain itu ada kabar dari Pak RT bahwa barusan di telpon polisi yang memberitahukan bahwa warganya yang bernama Pak Kir beserta keluarga telah mengalami kecelakaan. Mobil mereka di tabrak truk gandeng. Dan semua keluarga Pak Kir t3w4s di tempat kejadian. 

        “ Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un,” ucap kami semua. Itulah balasan bagi orang yang kikir.

                                                                 SELESAI


Tentang Penulis



Ari Vidianto,lahir di Banyumas, 27 Januari 1984. Bekerja sebagai Guru di SD Negeri 2 Lumbir. Bukunya yang sudah terbit yaitu Ibu Maafkan Aku ( Pustaka Kata, 2015 ) & Wajah-Wajah Penuh Cinta ( Pustaka Kata, 2016 ). 17 buku Antologi  dan banyak karya yang dimuat di Media Massa seperti di Majalah Sang Guru, Ancas, SatelitPost, Tabloid Gaul, Readzone.com, Buanakata.com, Sultrakini.Com, Riaurealita.Com, Duta Masyarakat, Solopos, Wartalambar.Com, Sastranesia.Com, Radar Mojokerto, Kedaulatan Rakyat dll.

Tidak ada komentar