HEADLINE

Edisi Kamis, 24 Agustus 2017_ PUISI PUISI SARASWATI (Kerawang-Jawa Barat)



AKU BERSAMA JANTUNGMU


Aku bersama jantungmu
pusat kota, jalan lengang.
Malam membisu sementara waktu
pijar lampu-lampu menjadi kantuk jalanan.
Di atas bahumu, syair pualam
menerebos masuk.

Jantungmu berongga, pusat kota menafsir sebagian
arah yang hilang
rambu-rambu semakin binal
semakin samar kusesapi.

Seorang berdiri di atas jembatan
wajahnya kisut mengarus sungai hatinya sempoyongan.
Bola matanya mengembun di atas rupa daun-daun
lantas, berlalu seperti janji yang
tak pernah mengenal rumah.

Karawang, Agustus 2017.



AIR SUSU KEMARAU

"Mak!"
Aku menjerit menjadi-jadi
angin terhempas lantas berlari pergi bersama wajahmu atas
maskapai yang merelakan kelahiran.

Air susumu kemarau
aku tak lantas jadi bayi yang menyusu dari devisa yang terkatung-katung
masuk kantung-kantung.

Mak, kabar berita mengebiri kepulangan
Jangan-jangan ibu tiba dengan raungan ambulan, atau
separuh jasadmu dilumat gurun sahara.
Dan tak sedikit yang menjadi pohon-pohon kurma, lantas berbuah batang kering.

Mak, adakah nafas sesak kita dalam undang-undang?
Bukan kelangkaan yang melindungi atas kita, bukan
welas asih petinggi birokrat.
Tapi karena ibu gugur atas
pertempuran akan
devisa negara.
juga tergadainya air susu untukku.

Karawang, 19 Agustus 2017.



REBAHLAH SEPERTI DEDAUNAN

Suamiku, tiada yang seindah istana kita
Yang beratap gemintang, angin
sendalu menggapai-gapai helai rambut
kita di tiang-tiang langit.
Jua ranting basah yang merupa tangan lusuh.
Hinggap di dada renta meradukan.
Rebahlah seperti dedaunan memeluk rerumputan:kita.

Tiada bulir airmataku menancap
Di dinding kardus kepunyaan kita.
Bantal bulu angsa untukmu, begitu padat 
beralas cap karung terigu.
Aku selalu bersamamu saat
petir menjilat daun telingamu
juga menahun paru-parumu basah
dalam linang doa yang melingkari.

Karawang, 19 Agustus 2017.



KEMANA KAU PERGI


Hai nona
kemana pergi ranumnya puisi
dalam jernihnya mata?
Hanya separuh musim kuberlalu
dan rembulan tak nampak pada langit malammu.

Nona, ada yang tembus ke dasar muara airmata pula
bayangan menjerit di balik gunung lalu
terperangkap di sudut suram telungkup tangan.

Engkau tak lagi rindang
melagu kicauan murai batu di ujung ranting atau mengepakkan syair kupu-kupu.

Karawang, 11 Agustus 2017.



CANGKIR KOSONG

Sudah malam dan kamu
bertamu, kopi habis

hanya ada dua cangkir kosong
berisi percakapan antara

kita tak kan lama

setelah sebuah puisi tertembus
detaknya waktu.

Karawang, 13 Agustus 2017.



Tentang penulis:

Saraswati, lahir di Karawang pada tanggal 19 mei 1990. Memulai belajar sastra dari Komsas Assalam(berganti nama menjadi Pena santri) Ponpes Modern Darusalam Pandeglang, kini bergiat di Komsas Gunung karang Pandeglang, juga Komsas Simalaba. Beberapa puisi telah dimuat media online, seperti Wartalambar dan Simalaba.

Tidak ada komentar