HEADLINE

RIWAYAT PERTUKARAN _Cerpen Titin Ulpianti (Sastra Harian)



Senja mulai beranjak, malam mulai gelap dan aku masih terpaku di bibir sungai meratapi nasib yang mengiris, dunia ini sungguh tak adil bagiku

Sayup terdengar suara langkah kian berdekat lalu suara lembutnya menyapa.
“maaf neng sudah hampir magrib, suruh pulang sekarang ada mang karja sudah ditunggu, cepat pulang ya neng.”

“Ia mang sebentar lagi, makasih. “

“Jangan lama-lama neng tidak baik, mamang duluan ya.

“Iya mang makasih hati-hati ya mang.”

Kutatap langkah mang Pendi yang semakin jauh dan hilang di persimpangan jalan, aku kembali ke rumah ki Joko yang menjadi persinggahan.

Sesampainya di rumah  aku melihat mang karja sedang berbicara sesuatu dengan ki Joko, aku ketuk pintu,
“Assalamualaikum,"

“Walaikumsalam. Baru sampai neng?”

aku pun duduk di sebelah ibu Joko yang sedang menyuguhkan air kopi dan pisang goreng.

“bagaimana  perjalanannya mang?”

“alhamdulillah lancar.  Kamu betah  di sini?
Aku hanya menjawab dengan senyum simpul.

“ Ya sudah kalo gitu, ini  mamang siapkan sesajen buat nanti malam kebetulan ini malam jum’at  keliwon,  kamu siap kan?
 “
“ia mang aku siap, aku permisi dulu ya mang. “

Kutinggalkan Mang Karja dan ki Joko berdiskusi sedangkan aku masuk sambil membawa kantong  yang berisi aneka buah-buahan, minyak misik, bunga setaman dan dupa yang bau wanginya menyengat.

Akupun teringat kembali.
“San aku hamil,"

“tapi aku belum kerja yan."

“Terus bagaimana , memang kamu  siap punya anak yan?"

“Belum aku masih trauma, gak mungkin balik ke kampung, ponakan aku baru meninggal  dia pun hamil di luar nikah walaupun pacarnya mau bertanggung jawab dan itu merupakan tamparan keras bagi keluarga lukanya masih basah dan belum hilang rasa sakitnya, sedangkan kakekku jadi stres dan amat terpukul, aju gak sanggup kalo harus menambah sayatan lagi luka baru mereka dan kembali mempermalukan  dengan kesalah aku sendiri, biarlah dosa ini aku yang tanggung tampa harus mereka ketahui. “

“Ya udah aku cari cara,  kamu masih ada sisa uangkan."

“Ya, ok aku balik dulu jaga dirimu ya.”

Esok paginya sandi datang dengan membawa segelas jus nanas muda, kemudian menyuruhku meminumnya, aku menurut saja, selama 3 hari dia memberiku jus itu tapi tak berpengaruh. Kemudian malam itu dia datang lagi membawakan segelas minuman alk*h*l yang dicampur lada hitam tapi tetap tak berpengaruh pada kandunganku, bahkan aku pun berusaha mengg*g*rkan ke dukun beranak, memang ada darah yang keluar tapi itu pun tidak berhasil hingga keputusan asaan yang kudapat.

“yan kalo begini ceritanya kita nikah saja kamu mau kan,"

“tapi gimana mungkin San,  aku  disini gak ada saudara."

“ Itu gampang yang penting kita nikah dulu,"

“tapi gimana dengan Orang tua aku, tidak mungkin kan”

“kamu tenang aja pokoknya  kita nikah, balik kampung. kalo anak kita sudah gede  gimana, aku gak mau membahayakan nyawa lu yan karna usaha kita sia-sia

"tapikan orang tua kamu tidak setuju,"

"tenang aku yang akan atur semuanya besok lu terima beres dan aku akan urus surat -suratnya yang penting kamu tenangi diri dan yakin sama aku, bantu doa ya."

“Ok San aku  nurut apa kata kamu.”

Esok paginya sandi datang menghampiri kontrakanku kebetulan dia anak ibu kos jadi tinggalnya bersebelahan,"

“yan, Yanti buka pintunya” Kubuka pintu kontrakan belahan kutatap tumben dia dandan serapi ini terlihat amat tampan,

“gila lu San cakep banget aku hampir pangling liat penampilan lu,

"bisa saja kamu ,yang doain ya aku mau pergi mengurus surat buat pernikahan kita tapi lu jangan kasih tahu orang tua aku ya pokoknya biar kita selesaikan sendiri,"

“iya San makasih lu sudah  mau tanggung jawab atas janin ini,"

“ ok doain aku ya, aku pergi dulu.”  Kutatap tubuhnya yang hilang bersama motor kesayangannya di balik gang sempit itu."

Prang

“tidakkkk...”

Suara tangisan histeris kudengar dari balik dinding sebelah hatikupun dag dig duk tak karuan seribu tanya menyelinap dalam hati ketika terdengar suara ibunya memanggil nama sandi. Kemudian pintu kontrakanku diketuk oleh Tuti kebetulan dia teman baikku dan kakak ipar sandi.

“Ada apa ti?.dengan bibir bergetar dengan kecemasan tak beralasan kutatap mata Tuti yang basah."

“Sandi yan, sandi tangisnya pecah,"

“ada apa dengan sandi? hatiku makin cemas,"

“sandi kecelakaan dan tewas di tempat”, terasa petir menyambar di tengah hari tangisku pun pecah tak karuan impian yang terancang kini hancur berkeping tak tersisa. Akupun tak sadarkan siri di tengah kehancuran hati, sayup terdengar suara Tuti memanggil-manggil namaku, aku sadar tangisku kembali pecah kupeluk dia erat"

“Tut gimana nasib aku dan bayi ini."

Tuti pun membelai rambutku.

“sabar yan nanti kita cari jalan keluarnya sekarang kita ke sebelah dulu, dengan langkah gontai aku memasuki rumah sandi si pojok ruangan kulihat ibunya masih histeris  didampingi adiknya dan di depan kulihat tubuh kakunya dan tak boleh dibuka karna keadaannya yang mengerikan membuatku makin miris dan histeris,"

Setelah tujuh hari kepergiannya aku mencoba mengakhiri nafas tapi Tuti menyelamatkanku dan ayahnya membawaku ke rumah, di tengah Keputusasaan ayah Tuti mulai meracuniku dengan cerita mistis “ logika terasa mati akupun percaya dengan pertukaran janin. Ya ayah Tuti adalah mang karja, dia menginterogasi aku dengan pertanyaan.

“neng yanti bener ini anak neng am sandi,"

“ia mang, kenapa?"

“Ga ada pria lain kan yang tidur dengan neng yanti,” jujur dalam hati aku sedikit tersinggung emang aku wanita gampangan tapi aku sadar buktinya aku memang hamil diluar nikah, sambil menganggukan kepala aku menjawab.

“ia mang,"

“Sudah berapa bulan?"

“ Udah 7 minggu."

“alhamdulillah berarti masih di bawah tiga bulan, eneng kepengen pulang kampung dengan nama bersih kan?"

“Ia mang ada apa?" Aku balik bertanya.

“kalau memang ini anak pertama dan ga punya bapak apalagi masih dibawah tiga bulan murni ga ada campuran orang lain bisa kita tukar dengan uang,caranya yang penting neng mau ngelakuin syaratnya dan ikuti instruksi mamang, semua biaya mamang yang tanggung ntar kalau berhasil kita bagi”,

walaupun dengan sedikit keraguan aku menganggukan kepala. Dan keesokan harinya mang karja benar-benar membawaku, pada akhirnya aku berada di kawasan pelabuhan ratu yang sangat identik dengan ratu pantai selatan.

Jam sudah menunjukkan angka 23.30 wib, neng sudah siap ayo kita berangkat, ini malam pertama ritual yang kujalani, ki Joko mang karja, mang Pendi serta satu temannya yaitu mang tatang, mang tatang menyapaku,

“punten ya neng memang neng berani semedi di kawasan ombak tujuh,"

“siap mang,"

“apa yakin tidak takut  ditinggal sendirian kalo mamang mah ogah,”

lalu kujawab dengan  senyum dan anggukan kepala walau dalam hati aku rasa deg deg kan tapi aku sudah bertekat sekalipun aku dimakan jin aku tak perduli  biarlah aib ini kukubur sendiri.

Dari balik pohon kelapa kudengar suara cekikikan wanita tertawa makin lama makin menjauh dan bulu kuduk berdiri semua, sedangkan di bibir pantai ki Joko menyiapkan sesajen aku pun disuruh memakai kain putih dan mendengar semua instruksinya, setelah ia selesai membaca mantra aku pun di suruh berendam Dalam aliran sungai yang menuju ke pantai sambil  duduk ki Joko berkata.

“Neng Yanti apabila ada sosok yang menghampiri dan bertanya utarakan maksud kamu aki akan pergi memantau dari jauh, ingat jangan grogi atau akan gagal.

Siap ki!"

Hampir setengah jam aku berendam suara deru ombak kian memecah ada tawa dari kejauhan yang aku tak tahu seakan angin hebat menerpaku badan terasa panas bak terbakar merinding seluruh tubuhku berlahanku buka mata ada sosok pria dengan rambut gimbal besar tinggi dan matanya merah bukan hanya dua tapi satu lagi mata di kening, aku pun merasa takut seketika nyaliku ciut.

“Ki, Ki tolong ki aku takut”, ki Joko. dan mang Pendi datang menghampiriku.

“gimana  neng berhasil?. kutunjuk arah pantai namun sosok itu menghilang.

“ada apa neng tegur ki Joko, mana uangnya, atau kamu grogi aku mengangguk, maaf ki tadi aku melihat ada sosok tinggi besar seram banget dia punya 3 mata ujarku, terus dia bertanya apa neng, aku keburu takut ki makanya aku memanggil aki kesini, huhh sambil menghela nafas panjang ki Joko berkata

“sudah aku bilang hadapi kamu jangan grogi paham, baik ki ,sekarang kita coba lagi”

Aku hanya mengangguk pasrah, aku coba lagi berendam dalam aliran sungai badanku mulai menggigil  hampir satu jam aku berada disini tapi tak ada Satu pun makhluk yang menghampiriku, akhirnya ki Joko mang Pendi, mang karta serta mang tatang menghampiriku sambil memberikan jaket  untuk kukenakan, lalu ki Joko berkata

“neng untuk malam ini kita akhiri saja sepertinya penguasa disini enggan besok kita lanjut malam Selasa,
“baik ki.

lalu kami pulang ke rumah ki Joko, sesampainya disana aku langsung mengganti pakaianku yang basah kulirik jam sudah pukul 3 dini hari kutinggalkan mereka yang asyik berbincang aku pun masuk ke dalam peraduan merebahkan badan menuju alam mimpi walau kecemasan terus menguasai. Esok paginya mang karja pulang ke Bogor dan aku menantinya di sini.

Senin sore mang karja telah kembali ke pelabuhan dengan perlengkapan sesajen untuk malam ini, kemudian dia menghampiriku dan berbisik

“ada salam dari Tuti nanti malam kamu harus yakin dan jangan mengecewakan, ia mang nah ini makanan dari Tuti buat kamu orek teri cabai hijau dan kulit tangkil, akupun membawanya ke dapur seperti biasa aku dan ibu Joko menyiapkan bekal untuk nanti malam.

Pukul 23 30 wib. Kami berlima menuju ombak tujuh tuk melanjutkan ritual kali ini benar -benar kumantapkan hati dan pikiran, aku segera membuka jaket dan hanya mengenakan kain putih seperti biasa, sedang di bibir pantai ki Joko dan mang Pendi mempersiapkan sesajen di atas kain putih, kali ini aku di suruh bersemedi  di atas bukan berendam di aliran sungai.

“neng kali ini konsentrasi mantapkan jiwa ya kalau mau berhasil, buang jauh-jauh ketakutan kuatkan niat yang kamu tuju jangan takut kami selalu mengawasimu dari kejauhan, sekarang sudah  tepat pukul 24.00 bersiaplah aki pergi dulu. Akupun mulai bersemedi selang 15 menit kurasakan lagi aroma wangi makin menusuk, bulu kudu mulai berdiri panas dingin badan kurasakan takutpun mulai melanda dan sedikit grogi, lalu ada suara pria menyapaku, “neng buka matamu aku menyambut panggilanmu, berlahan kubuka mata ini akupun tak kuasa menahan ketakutan ini ada pria besar hitam dan tinggi sebelah kiri tangannya membawa karung entah apa isinya dan sebelah kanan ia mencicing kepalanya,atau ini yang namanya manusia tak berkepala, keringat dingin keluar aku berteriak tak sadarkan diri, ketika bangun  aku sudah berada dirumah ki joko, pagi hari dengan penuh kekecewaan ki joko bertanya,

“neng semalam apa yang kamu lihat, lalu aku menceritakan sosok yang menemuiku, sudah aku bilang konsentrasi dan jangan takut,"

“ kamu tahu gak neng apa yang ada dalam karung, itu, ya itu duit buat ditukar dengan janln kamu tahu tidak,"

“maaf ki aku gak sanggup,"

“atau kita selesaikan saja disini gak usah di lanjutkan,"

“jangan ki beri aku kesempatan sekali lagi,”
dengan mengiba kumemohon pada ki joko sedangkan di bangku lain tampak mang karja yang mengangguk tanda memohon pada ki joko dalam raut mukanya aku juga melihat kekecewaan dan letih menemaniku, lalu ki jokopun setuju.

“baiklah neng jika itu maumu sekarang kau kosentrasi dan teguhkan tekat, aki ga mau sampe kecewa lagi, kita akan melaksanakan ritual malam jum’at kliwon selanjutnya”.

Iapun berlalu meninggalkanku dan mang karja, “neng yanti kali ini jangan sampai hilang kepercayaan mamang ya, mamang akan balik lagi jumat kliwon nanti sekarang mamang pamit pulang ke bogor dulu ya, kamu baik baik di sini, ni uang saku kamu selama mamang pergi"

"ia mang makasih”

dan mang karjapun berlalu meninggalkan ku sendiri di rumah ki joko.

Sudah beberapa minggu berlalu dan ini tepat malam jum’at keliwon sesuai janji mang karta dia sudah berada lagi di pelabuhan membawa perlengkapan sesajen untuk malam ini, seperti biasa ki berlima berangkat hampir tengah malam di ombak tujuh, ki Joko dan mang Pendi mempersiapkan tempat semediku sambil membaca mantra kemudian mempersilahkanku duduk diatas kain putih yang sudah di siapkan, Kupejamkan mata sambil bersila menghadap pantai kutata hati dan membuang rasa takutku seandainya harus berakhir disini aku rela yang penting jangan sampai pulang membawa aib, kalau tidak lebih baik aku hilang ditelan bumi sebagai rasa bersalahku maafkan aku yang tak mengharapkan kehadiranmu sudah terlanjur basah dalam dosa biarlah aku lebur bersamanya, angin semakin kencang menyapa, seluruh badan terasa panas dan tubuhku jadi merinding akupun berpikir mungkin ini tanda ada yang hadir, aku tetap saja konsentrasi dalam semediku.

“ nak bukalah matamu,"

Akupun mulai membuka mataku. Kali ini yang hadir sosok wanita dengan rambut merah bagai injuk sapu, tubuhnya kurus kering menggendong karung di pundaknya  membuatku sedikit ngeri, tapi aku teringat tujuanku dan aku tepiskan ketakutan serta cemas yang merasuk, lalu kukuatkan diri tetap tenang dan santai.

“Iya nek,"

“apa yang kamu inginkan sehingga mengganggu ketenanganku,"

“aku ingin menukar janin yang ada dalam rahimku nek,"

“apa yang kau inginkan sebagai gantinya,"

“aku hanya menginginkan uang nek,"

“seberapa banyak nak,"

“terserah nenek akan memberikannya,"

“ baiklah kau boleh pulang”

Kemudian angin kencang kembali menerpaku dan perutku terasa sakit luar biasa dan amat panas seakan terbakar anginnya kali ini benar-benar kuat hingga menghempaskan sesajen diatas kain yang kududuki dan nenek itupun hilang bak ditelan bumi, setelah tersadar dari angin yang berlalu ada kotak kayu di hadapanku bekas tumpangan sesajen lalu kubuka dan tumpukan uang ada dalam kotak tersebut.

“ki Joko, mamang cepat kemari,"

Lalu mereka pun datang menghampiriku, kutunjukkan kotak pemberian wanita tua itu lalu mereka membuka dan tersenyum penuh kegembiraan, kekecewaan yang lalu seakan terbayar lunas dengan senyum kepuasan,wajah-wajah itu tampak berseri dan senyum kebahagiaan.

“kamu berhasil neng,"

“iya terima kasih ki ini semua tidak akan terjadi kalau bukan bantuan dari aki dan mamang semua, terima kasih ya mang, Ki joko."

“sama-sama neng,”

kami kembali ke rumah ki Joko dan beristirahat.

Esok paginya aki dan mamang berkumpul diruang tamu menunggu kedatanganku

“neng ini duitnya belum dihitung, mau dibagi berapa mamang sama aki ujar mang karta,  aku melihat kotak berisi uang lalu mengambil sedikit kira-kira sekitar 20 juta,

"maaf mang aku ambil segini aja buat modal balik kampun"

"terus sisanya neng?

"Bagi aja berempat mang"

"apa neng gak kurang kan masih banyak

"enggak mang, tapi antar aku dulu ke dokter"

"baiklah kalo gitu neng,”

kemudian mang karja mengantarkanku ke dokter sedangkan ki Joko, mang Pendi dan mang tatang sibuk membagi uang hasil semalam.

“Punten  ibunya ada neng, iya bapak siapa yang mau periksa, ini  neng anak saya, silahkan masuk pak ibu dokternya ada di dalam, kemudian kami masuk ke ruangan dokter tersebut,"

“ada yang bisa saya bantu pak?"

“Ia Bu ini anak saya mau memeriksakan kandungannya “

“oh silakan neng ibu perisa dulu."

sebelumnya dokter itu memberikan botol kecil untuk mengambil air seniku, setelah selesai kuserahkan ke dokter itu.

“ maaf sudah telat berapa bulan,”

“ sudah dua bulan dok,"

“sebentar ya di cek dulu taspeknya, maaf neng hasilnya negatif, mendengarnya aku merasa bahagia, “masa sih dok"

“benar ini hasilnya negatif, kalau kurang puas ini ibu bawakan taspek untuk tes ulang tapi Pakainya  pagi hari ya kencing pertama setelah bangun tidur,"

“ ia Bu makasih”

lalu kami pulang menuju rumah ki Joko

“makasih  ya dok. Permisi.

“ sama-sama. Manggak"

Aku merasa lega walaupun dosa harus kutanggung, akupun mulai berkemas aku sudah tak sabar pulang ke kampung halaman, keesok paginya aku coba lagi tes urine sendiri dan hasilnya negatif, kemudian aku dan mang karja berpamitan kepada ki Joko untuk undur diri dan pulang ke rumah dengan uang yang ada di tangan akan dan sisa ongkos pulang ke kampung halaman,kubuat modal usaha kecil-kecilan.

Biarlah kenangan dan cerita pahit ini aku kubur di pantai pelabuhan dan tenggelam bersama datangnya gelombang hingga tak ada lagi luka dan terkubur besama masa lalu yang telah pergi,biarlah semua jadi kenangan dalam diri dan tak perlu kuceritakan dan hilang bersama kepergian ku.

Tentang Penulis



Titin Ulpianti adalah peserta sekolah menulis online SIMALABA ANGKATAN 2. Ia begitu bersemangat agar kelak karya karyanya bisa diterima secara baik di masyarakat.

Tidak ada komentar