HEADLINE

Gerakan Literasi Lampung Barat: MENCARI BAKAT ALAM ATAU MULAI MEMBERI RUANG UNTUK SEBUAH KETIDAK-JUJURAN_Oleh Redaksi Simalaba



Munculnya tulisan ini semoga menjadi sebuah indikasi bahwa di Lampung Barat (walau sayup) gerakan literasi itu sudah ada. Sebab gerakan literasi, sebenarnya, adalah sebuah gerakan untuk membaca dan menulis tentunya diawali oleh sebuah hasrat yang besar dan “yang jujur” untuk menulis. Literasi adalah sebuah juga gejolak untuk bicara dengan kata kata, bukan gejolak untuk mempromosikan sebuah unit usaha apalagi gejolak untuk melebarkan populeritas (maaf). Jika anda mengawali sesuatu dengan hasrat untuk sebuah populeritas maka anda hanya akan mendapatkan populernya saja, tidak dijamin mendapatkan isi apalagi kualitasnya.

Baru baru ini, di Lampung Barat, ada sebuah lomba menulis bertema ‘PESONA LAMPUNG BARAT’ kemudian para pegiatnya, mengklaim diri sebagai sebuah gerakan LITERASI LAMPUNG BARAT. Sungguh sebuah kabar yang sangat menggembirakan. Bumi Satu Triliun Pohon Kopi (BSTPK) yang sedang dilanda musim paceklik ini seperti sedikit mengabaikan pacekliknya oleh berita menarik ini. Udara menjadi semakin sejuk, anginnya bertiup semakin sepoi menyentuh sebuah ranah tersimpan dalam diri segelintir anak-anak muda di sini, yang memang telah menyimpan hasrat ber-literasi. Anak anak muda yang sejatinya mulai memiliki hasrat untuk belajar bicara pada dunia dengan susunan kata-kata.

Gelaran literasi PESONA LAMPUNG BARAT ini telah dilangsungkan kemarin, 4 Februari 2018 di Kecamatan Way Tenong. Acaranya cukup meriah, dihadiri oleh beberapa elit di Lambar, termasuk istri Bupati Lambar, Partinia. Komsas Simalaba ikut memantau kegiatan tersebut, meski dari kejauhan, tidak berani mendekat sebab tak dilibatkan dalam kegiatan tersebut atau lebih tepatnya dianggap TIDAK ADA.

Baiklah, tulisan ini bukan untuk menyuguhkan sebuah sentimen social belaka, tetapi lebih pada sebuah kritik dan ulasan pada segenab elemen yang saat ini ingin membangun sebuah kekuatan literasi di Lampung Barat, bahkan di Indonesia pada umumnya. Sejauh ini, Redaksi Simalaba, mengamati bahwa dimana-mana ada gerakan literasi, tetapi; (1) konsep dari gerakan tersebut masih banyak dipertanyakan akan melangkah ke arah mana? (2) Objek dan sasarannya siapa? (3) Dan ruang kreatifnya seperti apa? Anda, sebaiknya, jangan dulu bicara gerakan literasi bila belum dapat menjawab serta memahami ketiga pertanyaan kecil ini.

Banyak sekali gelaran literasi di tanah air yang telah dilangsungkan, sebenarnya. Tetapi hanya sebagian kecil saja yang kemudian diikuti dengan aksi literasi yang ‘jujur’ benar benar ingin menulis serta membaca. Selebihnya berhenti pada ranah seremonial semata, yang selanjutnya, bubar acara maka bubar pula makna. Inilah yang sangat disayangkan. Sehingga basis massa para peminat literasi itu tetap saja sedikit. Anak anak muda negeri ini lebih suka dengan google dan youtube yang telah berada dalam genggaman mereka dari pada mencoba untuk memahami seni menyusun tulisan dan bermain dengan selaksa kalimat. Kenapa ini bisa terjadi? Tak lain karena kita belum jujur pada diri kita, apakah benar membangun gerakan literasi itu untuk menciptakan kaderisasi, atau cuma pura pura mengajak orang lain untuk menulis padahal ingin pamer nama pribadi.

Kembali pada gerakan literasi Lampung Barat dan lomba menulis ‘Pesona Lampung Barat’. Redaksi Simalaba menilai bahwa event ini:
- Tertutup dan tidak benar benar ingin merangkul segenab elemen di Lambar agar menumbuhkan hasrat ber-literasi. Kami sebut tertutup, sebab lomba menulis Pesona Lampung Barat ini tidak jelas update peserta dan sistematika dalam seleksi karya yang terpilih. Tidak pernah diumumkan secara terbuka update peserta dan naskah yang telah masuk, tetapi tiba-tiba muncul nama para juara dan nominasi.
- Pengumuman dan ajakan untuk mengikuti lomba terkesan sangat tidak terbuka, sehingga hanya segelintir saja orang yang mengetahuinya, itu juga (barangkali) peserta yang ikut hanya pihak-pihak yang kenal atau berteman dengan akun sosmednya panitia saja.
- Lalu akan dibawa ke mana gerakan ini pasca lomba tersebut, bersama para juara dan nominasinya?

SEDIKIT MENGULAS

Pada pertengahan tahun 2016 lalu di Lambar ada segelintir anak muda berkumpul di Liwa. Jumlahnya sekitar 8 orang saja. Mereka bicara tentang dunia literasi dan memiliki hasrat yang besar untuk menulis. Dan tidak terhenti hanya sebatas hasrat, anak anak muda ini kemudian mulai menulis. Menulis dan terus menulis dengan hasrat ingin bisa serta ingin paham (bukan ingin terkenal) ternyata membuahkan hasil yang cukup menggembirakan. Sejumlah nama tersebut kemudian sepakat menerbitkan buku untuk pertama kali yang mereka beri judul EMBUN PAGI LERENG PESAGI diterbitkan oleh Perahu Litera dengan ISBN 9786026537157. Janganlah dinilai dari kualitas bukunya tetapi jika engkau ingin bicara tentang literasi, maka nilailah, bahwa kelompok dari Lampung Barat ini telah berbuat (meski dalam skala pemula) bukan cuma bicara seremonial semata. Nama nama tersebut, ialah: Aan Hidayat, Fahlepi Putra, Titin Ulpianti, M Sarjuli, Nanang R, Q Alsungkawa, Kamson, Abroril K, Novri, dll. 

Selanjutnya, pengikut dari kelompok penulis pemula ini bertambah, baik dari Lampung Barat sendiri maupun dari beberapa daerah di tanah air. Sejumlah nama kemudian intens mengikuti event-event yang diselenggarakan di tanah air. Dan, beberapa nama dari Lampung Barat ini telah menghiasi buku-buku antologi seperti LANGIT SENJA JATI GEDE, MAZHAB RINDU (diterbitkan FLP Ciputat), BUKU ANTOLOGI KOPI ACEH, dll. Sejumlah dari mereka ini juga mulai rutin mempublikasikan karya-karya di beberapa koran lokal dan website.

Sekali lagi, jangan dulu lihat kualitasnya, tetapi nilailah bahwa mereka telah menulis. Bukan baru rencana. Saat ini tulisan tulisan mereka (mungkin) belum nikmat untuk dibaca tetapi bila mereka bertahan, kita akan simak pada lima atau sepuluh tahun yang akan datang. Nah, jika anda mengatakan ingin membangun literasi di Lampung Barat, mengapa mereka tidak dirangkul? Lalu anda ingin merangkul yang seperti apa? Yang sudah terkenal saja, ya? Semacam Udo Z Karzi?



Musibah, bila anda bicara tentang gerakan litersi tetapi mengabaikan bakat alam serta tidak ingin melakukan kaderisasi dari akar rumput maka kami pastikan gerakan anda akan gagal. Ingatlah, gerakan literasi itu tidak cukup dengan sekedar membagi bagikan buku ke sekolah, tidak cukup dengan menyewa sebuah café lalu bicara seremonial, tidak cukup dengan cuma bicara tiori di atas meja. Gerakan literasi tersebut, sejatinya adalah gerakan memicu dan mengajak orang sebanyak banyaknya untuk menulis dan menulis serta terus menulis. Memberi ruang kreatif mereka bertumbuh serta melapangkan media siar serta publikasi untuk karya-karya yang telah dituliskan. Terlepas dari itu, maka kita tunggu, hasilnya akan seperti apa? (Salam Redaksi)

Tidak ada komentar